LEUKIMIA

iklan
LEUKIMIA

LEUKEMIA


Definisi dan Epidemiologi


Leukemia adalah suatu jenis kanker yang dimulai dari sel darah putih. Dalam keadaan normal, sel darah putih, berfungsi sebagai pertahanan tubuh, akan terus membelah dalam suatu kontrol yang teratur.



Pada pasien leukemia, terjadi pembentukkan sel darah putih abnormal (sel leukemia) yang berbeda dan tidak berfungsi seperti sel darah putih normal. Pada pasien leukemia, sumsum tulang memproduksi sel darah putih yang tidak normal yang disebut sel leukemia. Sel leukemia yang terdapat dalam sumsum tulang akan terus membelah dan semakin mendesak sel normal, sehingga produksi sel darah normal akan mengalami penurunan.


Leukemia digolongkan menurut cepatnya penyakit ini berkembang dan memburuk, yaitu :



  • Leukemia akut : Sel darah sangat tidak normal, tidak dapat berfungsi seperti sel normal, dan jumlahnya meningkat secara cepat. Kondisi pasien dengan leukemia jenis ini memburuk dengan cepat.

  • Leukemia kronik : Pada awalnya sel darah yang abnormal masih dapat berfungsi, dan orang dengan leukemia jenis ini mungkin tidak menunjukkan gejala. Perlahan-lahan, leukemia kronik memburuk dan mulai menunjukkan gejala ketika sel leukemia bertambah banyak dan produksi sel normal berkurang.


Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena. Maksudnya, leukemia dapat muncul dari sel limfoid (disebut leukemia limfositik) atau mieloid (disebut leukemia mieloid).


Secara keseluruhan, leukemia dibagi menjadi :



  • Leukemia limfositik kronik : terutama mengenai orang berusia >55 tahun, dan jarang sekali mengenai anak-anak.

  • Leukemia mieloid kronik : terutama mengenai orang dewasa.

  • Leukemia limfositik akut : terutama mengenai anak-anak, namun dapat juga mengenai dewasa. Leukemia jenis ini merupakan jenis leukemia terbanyak pada anak (sekitar 75 – 80 % leukemia pada anak)

  • Leukemia mieloid akut : Dapat mengenai anak maupun orang dewasa. Merupakan 20 % leukemia pada anak.

  • Leukemia jenis lainnya : hairy cell leukemia, merupakan suatu jenis leukemia kronik yang jarang ditemukan.


Penyebab dan Faktor Risiko Leukemia


Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Namun, menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit leukemia. Faktor risiko tersebut adalah :


v Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom atom di Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan insiden penyakit ini. Terapi medis yang menggunakan radiasi juga merupakan sumber radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya rontgen), dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian leukemia.


v Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida


v Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating agents. Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan pertimbangan rasio manfaat-risikonya.


v Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.


v Human T-Cell Leukemia Virus-1(HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline.


v Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan pembentukkan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel (hiposelularitas) pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan sebagai pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk berkembang menjadi leukemia.


v Merokok



Gejala dan Tanda


Gejala pasien leukemia bevariasi tergantung dari jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal tersebut. Gejala umum pasien leukemia yaitu :



  • Demam atau keringat malam

  • Sering mengalami infeksi

  • Merasa lemah atau capai

  • Pucat

  • Sakit kepala

  • Mudah berdarah atau memar.Misalnya gusi mudah berdarah saat sikat gigi, muda memar saat terbentur ringan)

  • Nyeri pada tulang dan/atau sendi

  • Pembengkakan atau rasa tidak nyaman di perut, akibat pembesaran limpa

  • Pembesaran kelenjar getah bening, terutama di leher dan ketiak

  • Penurunan berat badan


Pada stadium dini leukemia kronik, sel leukemia dapat berfungsi hampir seperti sel normal. Mungkin tidak ada gejala yang dirasakan selama beberapa waktu. Diagnosis pada tahap ini mungkin ditentukan saat pemeriksaan check up rutin. Jika muncul gejala, umumnya ringan dan perlahan-lahan semakin memberat.


Pada leukemia akut gejala akan timbul dan memberat secara cepat. Gejala leukemia akut lainnya yaitu muntah, penurunan konsentrasi, kehilangan kendali otot, dan kejang. Sel leukemia juga dapat berkumpul di buah zakar dan menyebabkan pembengkakan.



Diagnosis


Leukemia didiagnosis dari pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter, pemeriksaan darah dan apusan darah, kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan biopsi pada sumsum tulang.



Dari pemeriksaan darah, ditemukan kadar sel darah putih yang meningkat atau berkurang dan adanya sel leukemia. Saat ini terdapat 2 jenis pengambilan sampel dari sumsum tulang, yaitu aspirasi sumsum tulang dan biopsi sumsum tulang.



Terapi


Leukemia diterapi berdasarkan pertimbangan beberapa faktor, seperti jenis leukemia, usia pasien, apakah terdapat sel leukemia di cairan serebrospinal (cairan otak), dapakah leukemianya pernah diterapi sebelumnya. Keputusan terapi seyogyanya berdasarkan pertimbangan dokter yang telah disetujui oleh pasien.


Pilihan terapi untuk leukemia adalah : kemoterapi, terapi biologi, terapi radiasi, atau transplantasi sel stem. Jika terdapat pembesaran limpa, mungkin dibutuhkan pembedahan untuk mengatasi limpa yang membesar tersebut. Tujuan utama terpai leukemia adalah untuk mencapa remisi sempurna.



  • Kemoterapi : Kebanyakan pasien leukemia akan diberikan kemoterapi. Tujuannya adalah untuk memusnahkan sel leukemia. Regimen kemoterapi yang digunakan tergantung dari jenis leukemianya.

  • Terapi biologi : Tujuan terapi ini adalah untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap kanker. Terapi biologi diberikan melalui injeksi. Untuk beberapa pasien dengan leukemia limfositik kronik, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan berikatan dengan sel leukemia sehingga memungkinkan sel kekebalan tubuh membunuh sel leukemia tersebut. Untuk beberapa pasien dengan leukemia mieloid kronik, terapi biologi yang dapat digunakan adalah interferon.

  • Terapi radiasi : Terapi radiasi / radioterapi menggunakan sinar x dosis tinggi untuk membunuh sel leukemia. Umumnya mesin radioterapi diarahkan ke limpa, otak, atau bagian tubuh lainnya di mana sel leukemia berkumpul. Pada beberapa pasien mungkin dilakukan radiasi seluruh tubuh (umumnya sebelum dilakukan transplantasi sumsum tulang)

  • Transplantasi sel stem : transplantasi sel stem memungkinkan untuk dilakukan terapi dengan dosis obat, radiasi, atau keduanya yang tinggi. Terdapat beberapa macam transplantasi sel stem, yaitu transplantasi sumsum tulang, transplantasi sel stem perifer, dan transplantasi darah umbilikal.


Terapi awal bertujuan untuk menghilangkan gejala dan tanda / remisi. Kemudian, setelah gejala dan tandan menghilang, diberikan terapi lanjutan untuk mencegah kekambuhan / relaps (disebut terapi maintenance)


Kebanyakan pasien dengan leukemia akut dapat disembuhkan. Sedangkan leukemia kronik lebih sulit disembuhkan. Saat ini, satu-satunya terapi yang dapat menyembuhkan leukemia mieloid kronik adalan transplantasi sel induk alogenik.


Selain terapi untuk mengatasi leukemianya, mungkin juga dibutuhkan terapi untuk mengurangi nyeri dan gejala lainnya, yang disebut terapi paliatif.



Perkembangan Terapi


Saat ini terus dilakukan uji klinis di berbagai negara di dunia untuk mencari metoda dan terapi terbaru yang lebih efektif. Penelitian-penelitian dilakukan untuk mencari terapi biologi dan kemoterapi terbaru, dosis, dan regimen terapi baru. Selain itu juga diteliti berbagai kombinasi obat, terapi biologi, terapi radiasi, dan transplantasi sel stem.





Referensi :

1. National Cancer Institute.Leukemia.2003.www.cancer.gov


2. National Institute of Health.What You Need To Know About Leukemia.2002


3. Leukemia.The Causes of Leukemia and potential Risk Factors.2007. leukemia. morefocus.com


4. Wikipedia.Leukemia.2007.www.en.wikipedia.org


5. UCSF Children’s Hospital.Leukemia.2007.www.ucsfhealth.org


Penulis HSD

Baca Selengkapnya - LEUKIMIA

Appendisitis Akut

iklan
Appendisitis Akut

Appendisitis Akut

A. PENDAHULUAN

Appendisitis akut adalah penyakit radang pada appendiks vermiformis yang terjadi secara akut. Apendiks atau umbai cacing hingga saat ini fungsinya belum diketahui dengan pasti, namun sering menimbulkan keluhan yang mengganggu. Apendiks merupakan tabung panjang, sempit (sekitar 6 – 9 cm), menghasilkan lendir 1-2 ml/hari. Lendir itu secara normal dicurahkan dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Bila ada hambatan dalam pengaliran lendir tersebut maka dapat mempermudah timbulnya apendisitis (radang pada apendiks). Di dalam apendiks juga terdapat imunoglobulin, zat pelindung terhadap infeksi dan yang banyak terdapat di dalamnya adalah Ig A. Selain itu pada apendiks terdapat arteria apendikularis yang merupakan end-artery.


B. ETIOLOGI

Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid.


C. PATOGENESIS

Terjadinya apendisitis akut umumnya karena bakteri. Namun, terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya hal itu. Tanda patogenetik primer diduga karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit). Sumbatan dari lumen apendiks yang menghambat pengeluaran mukus akan mengakibatkan pembengkakan, infeksi dan ulserasi. Tumor apendiks juga dianggap memiliki andil terhadap mucnulnya apendisitis . Penelitian terakhir menemukan bahwa ulserasi mukosa akibat parasit seperti E Hystolitica, merupakan langkah awal terjadinya apendisitis pada lebih dari separuh kasus, bahkan lebih sering dari sumbatan lumen. Makanan rendah serat juga memiliki kemungkinan menimbulkan apendisitis. Tinja yang keras pada akhirnya akan menyebabkan konstipasi yang akan meningkatkan tekanan didalam sekum sehingga akan mempermudah timbulnya penyakit itu. Apendisitis dapat menyerang siapa saja, segala umur dan pada semua jenis kelamin

NYERI APPENDICITIS

Nyeri dari visera seringkali secara bersamaan dilokalisasi di dua daerah permukaan tubuh karena nyeri dijalarkan melalui nyeri alih viseral dan nyeri langsung parietal.

Mekanisme :

1. Impuls nyeri yang berasal dari appendix akan melewati serabut-serabut nyeri viseral saraf simpatik dan selanjutnya akan masuk ke medulla spinalis kira-kira setinggi thorakal X sampai thorakal XI dan dialihkan ke daerah sekeliling umbilikus (menimbulkan rasa pegal dan kram)

2. Dimulai di peritoneum parietal tempat appendix meradang yang melekat pada dinding abdomen. Ini menyebabkan nyeri tajam di peritoneum yang teriritasi di kuadran kanan bawah abdomen.


D. GAMBARAN KLINIS

Ada beberapa gejala awal yang khas yakni nyeri yang dirasakan secara samar (nyeri tumpul) di daerah sekitar pusar. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut yaitu nyeri pd titik Mc Burney. Nyeri perut ini akan bertambah sakit apabila terjadi pergerakan seperti batuk, bernapas dalam, bersin, dan disentuh daerah yang sakit. Nyeri yang bertambah saat terjadi pergerakan disebabkan karena adanya gesekan antara visera yang meradang sehingga menimbulkan rangsangan peritonium. Selain nyeri, gejala apendisitis akut lainnya adalah demam derajat rendah, mules, konstipasi atau diare, perut membengkak dan ketidakmampuan mengeluarkan gas. Gejala-gejala ini biasanya memang menyertai apendisitis akut namun kehadiran gejala-gejala ini tidak terlalu penting dalam menambah kemungkinan apendisitis dan begitu juga ketidakhadiran gejala-gejala ini tidak akan mengurangi kemungkinan apendisitis.

Pada kasus apendisitis akut yang klasik, gejala-gejala permulaan antara lain :

Rasa nyeri atau perasaan tidak enak disekitar umbilikus ( nyeri tumpul ). Beberapa jam kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan disekitar titik Mc Burney. Rasa sakit semakin meningkat, sehingga pada saat berjalan pun penderita akan merasakan sakit yang mengakibatkan badan akan mengambil sikap membungkuk pada saat berjalan. Nyeri yang dirasakan tergantung juga pada letak apendiks, apakah di rongga panggul atau menempel di kandung kemih sehingga frekuensi kencing menjadi meningkat. Nyeri perut juga akan dirasakan bertambah oleh penderita bila bergerak, bernapas dalam, berjalan, batuk, dan mengejan. Nyeri saat batuk dapat terjadi karena peningkatan tekanan intra-abdomen.

Muntah, mual, dan tidak ada nafsu makan.

Secara umum setiap radang yang terjadi pada sistem saluran cerna akan menyebabkan perasaan mual sampai muntah. Meskipun pada kasus apendisitis ini, tidak ditemukan mekanisme pasti mengapa dapat merangsang timbulnya muntah.

Demam ringan ( 37,5° C – 38,5° C ) dan terasa sangat lelah

Proses peradangan yang terjadi akan menyebabkan timbulnya demam, terutama jika kausanya adalah bakteri. Inflamasi yang terjadi mengenai seluruh lapisan dinding apendiks. Demam ini muncul jika radang tidak segera mendapat pengobatan yang tepat.

Diare atau konstipasi

Peradangan pada apendiks dapat merangsang peningkatan peristaltik dari usus sehingga dapat menyebabkan diare. Infeksi dari bakteri akan dianggap sebagai benda asing oleh mukosa usus sehingga secara otomatis usus akan berusaha mengeluarkan bakteri tersebut melalui peningkatan peristaltik. Selain itu, apendisitis dapat juga terjadi karena adanya feses yang keras ( fekolit ). Pada keadaan ini justru dapat terjadi konstipasi.

Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga dapat menyebabkan terjadinya komplikasi yang lebih parah.


E. PEMERIKSAAN YANG DIBUTUHKAN

Pemeriksaan fisis

Ø Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada inspeksi biasa ditemukan distensi perut.

Ø Palpasi : kecurigaan menderita apendisitis akan timbul pada saat dokter melakukan palpasi perut dan kebahagian paha kanan. Pada daerah perut kanan bawah seringkali bila ditekan akan terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri ( Blumberg sign ). Nyeri perut kanan bawah merupakan kunci dari diagnosis apendisitis akut.

Ø Terkadang dokter akan melakukan pemeriksaan colok dubur untuk menentukan letak apendiks bila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan colok dubur kemudian terasa nyeri maka kemungkinan apendiks penderita terletak didaerah pelvis.

v Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga apendisitis akut adalah pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktive(CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap sebagian besar pasien biasanya ditemukan jumlah leukosit diatas 10.000 dan neutrofil diatas 75 %.Sedang pada pemeriksaan CRP ditemukan jumlah serum yang mulai meningkat pada 6-12 jam setelah inflamasi jaringan.Pemeriksaan radiologi yang biasa dilakukan pada pasien yang diduga apendisitisakut antara lain adalah Ultrasonografi, CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonogarafi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedang pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan apendicalith serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta adanya pelebaran dari saekum.


F. DIAGNOSIS

Diagnosis apendisitis akut harus dilakukan secara cermat dan teliti. Kesalahan diagnosis lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki. Hal ini disebabkan karena pada wanita sering timbul nyeri yang menyerupai apendisitis akut, mulai dari alat genital ( karena proses ovulasi, menstruasi ), radang di panggul atau penyakit kandungan lainnya. Hal ini sering menjadi penyebab terlambatnya diagnosis sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.

Untuk mengurangi kesalahan diagnosis, saat berada di rumah sakit dilakukan observasi pada penderita tiap 1-2 jam. Dari hasil pemeriksaan laboratorium, didapatkan peningkatan jumlah sel darah putih yang melebihi normal.


G. PENGOBATAN

Bila diagnosis sudah pasti, maka terapi yang paling tepat dengan tindakan operatif. Ada dua teknik operasi yang biasa digunakan :

Operasi terbuka : satu sayatan akan dibuat ( sekitar 5 cm ) dibagian bawah kanan perut. Sayatan akan lebih besar jika apendisitis sudah mengalami perforasi.

Laparoskopi : sayatan dibuat sekitar dua sampai empat buah. Satu didekat pusar, yang lainnya diseputar perut. Laparoskopi berbentuk seperti benang halus denagn kamera yang akan dimasukkan melalui sayatan tersebut. Kamera akan merekam bagian dalam perut kemudian ditampakkan pada monitor. Gambaran yang dihasilkan akan membantu jalannya operasi dan peralatan yang diperlukan untuk operasi akan dimasukkan melalui sayatan di tempat lain. Pengangkatan apendiks, pembuluh darah, dan bagian dari apendiks yang mengarah ke usus besar akan diikat.

Baca Selengkapnya - Appendisitis Akut

Apendisitis akut 2

iklan
Apendisitis akut 2

Pengertian

Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).

Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Apendisitis merupakan peradangan pada usus buntu/apendiks ( Anonim, Apendisitis, 2007)

Klasifikasi

Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :

Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.

Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari.

Letak apendiks.

Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.

Ukuran dan isi apendiks.

Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.

Posisi apendiks.

Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.

Etiologi

Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras ( fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007)

Patofisiologi

Apendiks terinflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipat atau tersumbat kemungkinan oleh fekolit (massa keras dari faeces) atau benda asing. Proses inflamasi meningkatkan tekanan intraluminal, menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progresif, dalam beberapa jam terlokalisasi dalam kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya apendiks yang terinflamasi berisi pus.

Manifestasi Klinik

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok. (Anonim, Apendisitis, 2007)

Pemeriksaan diagnostik

Untuk menegakkan diagnosa pada apendisitis didasarkan atas anamnese ditambah dengan pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah: Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Muntah oleh karena nyeri viseral. Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).

Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.

Pemeriksaan yang lain Lokalisasi.

Jika sudah terjadi perforasi, nyeri akan terjadi pada seluruh perut, tetapi paling terasa nyeri pada daerah titik Mc. Burney. Jika sudah infiltrat, lokal infeksi juga terjadi jika orang dapat menahan sakit, dan kita akan merasakan seperti ada tumor di titik Mc. Burney.

Test rektal.

Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita merasa nyeri pada daerah prolitotomi.

Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.

Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal. Pemeriksaan radiologi Pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). Pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.

Penatalaksanaan

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.

Apendektomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Konsep Asuhan Keperawatan Sebelum operasi dilakukan klien perlu dipersiapkan secara fisik maupun psikis, disamping itu juga klien perlu diberikan pengetahuan tentang peristiwa yang akan dialami setelah dioperasi dan diberikan latihan-latihan fisik (pernafasan dalam, gerakan kaki dan duduk) untuk digunakan dalam periode post operatif. Hal ini penting oleh karena banyak klien merasa cemas atau khawatir bila akan dioperasi dan juga terhadap penerimaan anastesi.

Untuk melengkapi hal tersebut, maka perawat di dalam melakukan asuhan keperawatan harus menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:

Pengkajian

Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.

Identitas penanggung Riwayat kesehatan sekarang.

Keluhan utama Klien akan mendapatkan nyeri di sekitar epigastrium menjalar ke perut kanan bawah. Timbul keluhan Nyeri perut kanan bawah mungkin beberapa jam kemudian setelah nyeri di pusat atau di epigastrium dirasakan dalam beberapa waktu lalu.

Sifat keluhan Nyeri dirasakan terus-menerus, dapat hilang atau timbul nyeri dalam waktu yang lama. Keluhan yang menyertai Biasanya klien mengeluh rasa mual dan muntah, panas. Riwayat kesehatan masa lalu Biasanya berhubungan dengan masalah kesehatan klien sekarang Pemeriksaan fisik Keadaan umum Klien tampak sakit ringan/sedang/berat.

Berat badan Sebagai indicator untuk menentukan pemberian obat.

Sirkulasi : Klien mungkin takikardia. Respirasi : Takipnoe, pernapasan dangkal. Aktivitas/istirahat : Malaise. Eliminasi Konstipasi pada awitan awal, diare kadang-kadang. Distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus.

Nyeri/kenyamanan Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilicus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney, meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam. Nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/posisi duduk tegak.

Keamanan Demam, biasanya rendah.

Data psikologis Klien nampak gelisah.

Ada perubahan denyut nadi dan pernapasan. Ada perasaan takut. Penampilan yang tidak tenang.

Diagnosa keperawatan

Resiko berkurangnya volume cairan berhubungan dengan adanya mual dan muntah.

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh.

Nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal.

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang.

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan

Intervensi keperawatan .

Rencana tujuan dan intervensi disesuaikan dengan diagnosis dan prioritas masalah keperawatan.

Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya rasa mual dan muntah, ditandai dengan : Kadang-kadang diare. Distensi abdomen. Tegang. Nafsu makan berkurang. Ada rasa mual dan muntah. Tujuan : Mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan kriteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan muntah.

Intervensi : Monitor tanda-tanda vital.

Rasional : Merupakan indicator secara dini tentang hypovolemia.

Monitor intake dan out put dan konsentrasi urine.

Rasional : Menurunnya out put dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan/endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan membutuhkan peningkatan cairan.

Beri cairan sedikit demi sedikit tapi sering.

Rasional : Untuk meminimalkan hilangnya cairan.

Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh, ditandai dengan : Suhu tubuh di atas normal. Frekuensi pernapasan meningkat. Distensi abdomen. Nyeri tekan daerah titik Mc. Burney Leuco > 10.000/mm3 Tujuan : Tidak akan terjadi infeksi dengan kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas, kemerahan).

Intervensi : Bersihkan lapangan operasi dari beberapa organisme yang mungkin ada melalui prinsip-prinsip pencukuran.

Rasional : Pengukuran dengan arah yang berlawanan tumbuhnya rambut akan mencapai ke dasar rambut, sehingga benar-benar bersih dapat terhindar dari pertumbuhan mikro organisme.

Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.

Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga dapat mengakibatkan ruptura apendiks.

Anjurkan klien mandi dengan sempurna.

Rasional : Kulit yang bersih mempunyai arti yang besar terhadap timbulnya mikro organisme.

HE tentang pentingnya kebersihan diri klien.

Rasional : Dengan pemahaman klien, klien dapat bekerja sama dalam pelaksaan tindakan.

Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi jaringan intestinal, ditandai dengan : Pernapasan tachipnea. Sirkulasi tachicardia. Sakit di daerah epigastrum menjalar ke daerah Mc. Burney Gelisah. Klien mengeluh rasa sakit pada perut bagian kanan bawah.

Tujuan : Rasa nyeri akan teratasi dengan kriteria : Pernapasan normal. Sirkulasi normal.

Intervensi : Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karasteristik nyeri.

Rasional : Untuk mengetahui sejauh mana tingkat nyeri dan merupakan indiaktor secara dini untuk dapat memberikan tindakan selanjutnya.

Anjurkan pernapasan dalam.

Rasional : Pernapasan yang dalam dapat menghirup O2 secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaksasi sehingga dapat mengurangi rasa nyeri.

Lakukan gate control.

Rasional : Dengan gate control saraf yang berdiameter besar merangsang saraf yang berdiameter kecil sehingga rangsangan nyeri tidak diteruskan ke hypothalamus.

Beri analgetik.

Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila sudah mengetahui gejala pasti).

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan informasi kurang. Gelisah. Wajah murung. Klien sering menanyakan tentang penyakitnya. Klien mengeluh rasa sakit. Klien mengeluh sulit tidur

Tujuan : Klien akan memahami manfaat perawatan post operatif dan pengobatannya.

Intervensi : Jelaskan pada klien tentang latihan-latihan yang akan digunakan setelah operasi.

Rasional : Klien dapat memahami dan dapat merencanakan serta dapat melaksanakan setelah operasi, sehingga dapat mengembalikan fungsi-fungsi optimal alat-alat tubuh.

Menganjurkan aktivitas yang progresif dan sabar menghadapi periode istirahat setelah operasi.

Rasional : Mencegah luka baring dan dapat mempercepat penyembuhan.

Disukusikan kebersihan insisi yang meliputi pergantian verband, pembatasan mandi, dan penyembuhan latihan.

Rasional : Mengerti dan mau bekerja sama melalui teraupeutik dapat mempercepat proses penyembuhan.

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake menurun. Nafsu makan menurun Berat badan menurun Porsi makan tidak dihabiskan Ada rasa mual muntah

Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri

Intervensi : Kaji sejauh mana ketidakadekuatan nutrisi klien

Rasional : menganalisa penyebab melaksanakan intervensi.

Perkirakan / hitung pemasukan kalori, jaga komentar tentang nafsu makan sampai minimal

Rasional : Mengidentifikasi kekurangan / kebutuhan nutrisi berfokus pada masalah membuat suasana negatif dan mempengaruhi masukan.

Timbang berat badan sesuai indikasi

Rasional : Mengawasi keefektifan secara diet.

Beri makan sedikit tapi sering

Rasional : Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan nutrisi dapat ditingkatkan.

Anjurkan kebersihan oral sebelum makan

Rasional : Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan

Tawarkan minum saat makan bila toleran.

Rasional : Dapat mengurangi mual dan menghilangkan gas.

Konsul tetang kesukaan/ketidaksukaan pasien yang menyebabkan distres.

Rasional : Melibatkan pasien dalam perencanaan, memampukan pasien memiliki rasa kontrol dan mendorong untuk makan.

Memberi makanan yang bervariasi

Rasional : Makanan yang bervariasi dapat meningkatkan nafsu makan klien.

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan yang dirasakan. Kuku nampak kotor Kulit kepala kotor Klien nampak kotor

Tujuan : klien mampu merawat diri sendiri

Intervensi : Mandikan pasien setiap hari sampai klien mampu melaksanakan sendiri serta cuci rambut dan potong kuku klien.

Rasional : Agar badan menjadi segar, melancarkan peredaran darah dan meningkatkan kesehatan.

Ganti pakaian yang kotor dengan yang bersih.

Rasional : Untuk melindungi klien dari kuman dan meningkatkan rasa nyaman

Berikan HE pada klien dan keluarganya tentang pentingnya kebersihan diri.

Rasional : Agar klien dan keluarga dapat termotivasi untuk menjaga personal hygiene.

Berikan pujian pada klien tentang kebersihannya.

Rasional : Agar klien merasa tersanjung dan lebih kooperatif dalam kebersihan

Bimbing keluarga / istri klien memandikan

Rasional : Agar keterampilan dapat diterapkan

Bersihkan dan atur posisi serta tempat tidur klien.

Rasional : Klien merasa nyaman dengan tenun yang bersih serta mencegah terjadinya infeksi.

Implementasi

Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus pada klien post apendektomi. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan fungsinya secara independen, interdependen dan dependen.

Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain.

Evaluasi.

Untuk mengetahui pencapaian tujuan dalam asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien perlu dilakukan evaluasi dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut : Apakah klien dapat mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh?. Apakah klien dapat terhidar dari bahaya infeksi?. Apakah rasa nyeri akan dapat teratasi?. Apakah klien sudah mendapat informasi tentang perawatan dan pengobatannya.

Sumber :

1.Doenges, Marylinn E. (2000), Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta.

2.Henderson, M.A. (1992), Ilmu Bedah Perawat, Yayasan Mesentha Medica, Jakarta.

3.Schwartz, Seymour, (2000), Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. 4.Smeltzer, Suzanne C, (2001), Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Baca Selengkapnya - Apendisitis akut 2

MIOMA UTERI

iklan
MIOMA UTERI

Mioma / Myom / Tumor Otot Rahim

Mioma Uteri adalah suatu tumor jinak pada rahim yang berasal dari otot rahim. Tumor ini letaknya pada alat reproduksi wanita. Jumlah penderita belum diketahui secara akurat karena banyak yang tidak merasakan keluhan sehingga tidak segera memeriksakannya ke dokter, namun diperkirakan sekitar 20-30% terjadi pada wanita berusia di atas 35 tahun.

Asal mulanya penyakit mioma uteri berasal dari otot polos rahim. Beberapa teori menyebutkan pertumbuhan tumor ini disebabkan rangsangan hormon estrogen. Pada jaringan mioma jumlah reseptor estrogen lebih tinggi dibandingkan jaringan otot kandungan (miometrium) sekitarnya sehingga mioma uteri ini sering kali tumbuh lebih cepat pada kehamilan (membesar pada usia reproduksi) dan biasanya berkurang ukurannya sesudah menopause (mengecil pada pascamenopause)

Berdasarkan lokasinya mioma uteri dibagi dalam tiga jenis:

1. Pertumbuhan tetap di dalam dinding rahim

2. Pertumbuhan ke arah rongga rahim

3. Pertumbuhan ke arah permukaan dinding rahim

Sering kali tumor jinak rahim ke arah rongga ini membesar dan bertumbuh keluar dari mulut rahim. Tumor yang ada dalam rahim dapat tumbuh lebih dari satu, teraba seperti kenyal, bentuknya bulat dan berbenjol-benjol sesuai ukuran tumor. Beratnya bervariasi, mulai dari beberapa gram saja, namun bisa juga mencapai 5 kilogram atau lebih.

Gejala dan tanda Sebagian penyakit ini ditemukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan panggul rutin. Gejala yang timbul bergantung pada lokasi dan besarnya tumor, namun yang paling sering ditemukan adalah:

Perdarahan yang banyak dan lama selama masa haid atau pun di luar masa haid.

Rasa nyeri karena tekanan tumor dan terputarnya tangkal tumor, serta adanya infeksi di dalam rahim.

Penekanan pada organ di sekitar tumor seperti kandung kemih, ureter, rektum atau organ rongga panggul lainnya, menimbulkan gangguan buang air besar dan buang air kecil, pelebaran pembuluh darah vena dalam panggul, gangguan ginjal karena pembengkakan tangkai tumor.

Gangguan sulit hamil karena terjadi penekanan pada saluran indung telur.

Pada bagian bawah perut dekat rahim terasa kenyal.

Sering kali penderita merasa nyeri akibat miom mengalami degenerasi atau kontraksi uterus berlebihan pada mioma yang tumbuh ke dalam rongga rahim. Pasangan suami istri sering kali sulit untuk punya anak (infertilitas) disebabkan gangguan pada tuba, gangguan implantasi pada endometrium, penyumbatan, dan sebagainya.

Mioma Uteri dapat mengganggu kehamilan dengan dampak berupa kelainan letak bayi dan plasenta, terhalangnya jalan lahir, kelemahan pada saat kontraksi rahim, pendarahan yang banyak setelah melahirkan dan gangguan pelepasan plasenta, bahkan bisa menyebabkan keguguran.

Sebaliknya, kehamilan juga bisa berdampak memperparah Mioma Uteri. Saat hamil, mioma uteri cenderung membesar, dan sering juga terjadi perubahan dari tumor yang menyebabkan perdarahan dalam tumor sehingga menimbulkan nyeri. Selain itu, selama kehamilan, tangkai tumor bisa terputar.

Bagaimana cara pengobatan atau penanganannya?

Bila tumor berukuran kecil dan tidak membesar, cukup dilakukan pemeriksaan rutin setiap 3-6 bulan sekali, pengecilan tumor sementara dengan obat-obatan GnRH analog, mioma memiliki lapisan kapsul yang tegas, dapat dipisahkan/dikupas dari massa tumornya. Jika terjadi komplikasi dan timbul perdarahan, perlu diberikan transfusi darah dan obat penghilang rasa nyeri. Tindakan operasi dilakukan jika tumor membesar dan bila timbul gejala penekanan dan nyeri dan perdarahan yang terus menerus.

Operasi pembedahan: dengan histerektomi (pengangkatan kandungan) jika tidak ada rencana hamil lagi, atau miomektomi (mengangkat miomnya saja) pada usia reproduksi/masih rencana hamil. Namun jika massa tumor terlalu besar atau luas, kadang tidak memungkinkan hanya dilakukan pengangkatan massa tumor, sehingga tetap dilakukan histerektomi.


Diperoleh dari “http://id.wikipedia.org/wiki/Mioma_Uteri”


Mioma Uteri

Mioma uteri atau fibroid uterus adalah pertumbuhan jaringan jinak dalam uterus. Pertumbuhan tersebut tidak berhubungan dengan keganasan dan hampir tidak pernah berkembang menjadi kanker.

Tiga dari empat wanita mempunyai mioma uteri, tapi seringkali tidak mereka sadari karena tidak bergejala. Mioma uteri biasanya ditemukan secara kebetulan saat pemeriksaan panggul atau USG kehamilan.

Jika bergejala, mioma biasanya menyebabkan :

• Menstruasi yang banyak dan berlangsung lama.

• Perdarahan selang di antara dua menstruasi.

• Nyeri atau tekanan pada panggul.

• Sering kencing atau tidak mampu menahan kencing.

• Konstipasi

• Nyeri pinggang atau kaki.

Mioma uteri berasal dari jaringan otot polos uterus (miometrium). Mulanya satu sel, kemudian membelah berkali-kali dan membentuk massa pucat, berbatas tegas, dan kenyal, yang berbeda dengan jaringan di sekitarnya.

Mioma uteri mempunyai ukuran bermacam-macam, dari seukuran benih padi, sebesar kelereng, atau gumpalan yang sangat besar sehingga ikut memperbesar ukuran uterus. Mioma dapat tunggal atau banyak.

Pemeriksaan untuk memastikan adanya mioma uteri adalah ultrasonografi (USG) trans abdominal atau trans vaginal, histerosonografi, histerosalfingografi, histeroskopi, dll.

Terdapat beberapa pilihan terapi untuk mioma uteri. Terapi-terapi tersebut biasanya dikombinasikan untuk mengatasi fibroid.

Beberapa tindakan yang dapat ditempuh jika terdapat mioma uteri :

• Pemeriksaan secara berkala untuk melihat perkembangan mioma uteri.

• Pemberian obat-obatan antara lain gonadotropin-realising hormone (GnRH) agonist, androgen, kontrasepsi oral atau progestin, dan NSAIDs.

• Histerektomi, yaitu operasi pengangkatan uterus.

• Miomektomi, yaitu operasi untuk mengangkat mioma, ada tiga macam yaitu miomektomi abdominal, miomektomi laparoskopi, dan miomektomi histeroskopi.

• Embolisasi arteri uterus, yaitu suntikan untuk menghentikan suplai darah ke jaringan mioma, sehingga mioma mengecil.

• Pembedahan ultrasonik terfokus.

Karena mioma bukanlah kanker dan biasanya berkembang dengan lambat, maka penderita punya banyak waktu untuk mempertimbangkan berbagai pilihan terapi. Setiap terapi mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Mioma uteri adalah neoplasma jinak, berasal dari otot uterus (miometrium). Dalam kepustakaan, juga dikenal dengan istilah fibromioma uteri, leiomioma uteri, uterine fibroids.

Mioma uteri dapat tumbuh secara tunggal akan tetapi lebih sering terjadi pertumbuhan ganda, ukurannya bervariasi dari lesi yang hanya dapat dilihat secara mikroskopik sampai ukuran yang sangat besar.

Pada pemotongan melintang akan terlihat permukaan tumor dengan warna putih mengkilat, dengan gambaran khas yaitu trabekula seperti pusaran air (whorl like trabeculation).

Diperkirakan insiden mioma uteri sekitar 20 – 30% dari seluruh wanita. Di Indonesia mioma uteri ditemukan pada 2,39 – 11,7% pada semua penderita ginekologi yang dirawat. Tumor ini paling sering ditemukan pada wanita umur 35 – 45 tahun (kurang lebih 25%) dan jarang pada wanita 20 tahun dan wanita post menopause. Wanita yang sering melahirkan akan lebih sedikit kemungkinan untuk berkembangnya mioma ini dibandingkan dengan wanita yang tak pernah hamil atau hanya 1 kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada wanita yang tak pernah hamil atau hanya hamil 1 kali.

Penyebab dari mioma uteri sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Memang diketahui bahwa mioma uteri berasal dari jaringan otot polos uterus tetapi faktor – faktor penyebab tumbuhnya tumor ini dari otot – otot tersebut kurang diketahui. Terdapat beberapa teori yang dikemukan oleh beberapa penulis, antara lain :

Meyer & De snoo

Mioma berasal dari elemen otot yang immatur (Teori Cellnest). Pendapat ini lebih diperkuat oleh hasil penelitian Miller & Lipschutz yang mengutarakan bahwa terjadinya mioma uteri tergantung dari sel – sel otot imatur yang terdapat pada cellnest yang selanjutnya dapat dirangsang oleh estrogen.

Diagnosis pasa mioma uteri sapat ditegakan berdasarkan Anamnesis, Pemeriksaan Fisik, Pemeriksaan Ginekologi, Pemeriksaan Penunjang:

1. Kuretasi

2. Ultrasonografi

3. Histeroskopi

Pemberian terapi tergantung dari :

1. Tumor : gejala, ukuran, lokasi

2. Pasien : keadaan umum, usia, paritas, kehamilan, keinginan untuk hamil lagi.

Miomektomi

Dilakukan bila fungsi reproduksi masih diperlukan dan keadaan mioma memungkinkan.

Histerektomi

Dilakukan bila fungsi reproduksi sudah tidak diperlukan, pertumbuhan tumor cepat, dan terdapat perdarahan yang membahayakan pasien, nyeri, penekanan, besar massa > 12 minggu usia kehamilan.

Baca Selengkapnya - MIOMA UTERI

LIMFOMA

iklan
LIMFOMA

LIMFOMA

Definisi dan Epidemiologi

Limfoma merupakan istilah umum untuk keganasan dari sistem limfatik (kelenjar getah bening, limpa, kelenjar timus di leher, dan sumsum tulang). Kelenjar getah bening merupakan suatu kumpulan limfosit berukuran sebesar kacang yang tersebar di seluruh tubuh.

Jumlahnya kurang lebih sebanyak 600 buah. Secara umum, limfoma diklasifikaiskan menjadi 2 kelompok besar, yaitu :

• Limfoma Hodgkin : Pada limfoma Hodgkin sel-sel dari sistem limfatik bertumbuh secara abnormal dan dapat menyebar ke luar sistem limfatik. Jika penyakit ini semakin berkembang, maka akan mempengaruhi fungsi pertahanan tubuh penderitanya. Pada penyakit ini ditemukan perkembangan sel B abnormal atau dinamakan sel Reed-Sternberg (sel B adalah salah satu jenis sel limfe yang berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh yang memproduksi antibodi). Nama Hodgkin diambil dari nama penemu penyakit ini pada tahun 1832, yaitu Thomas Hodgkin.

• Limfoma non-Hodgkin : Pada limfoma jenis ini penyakit berkembang dari limfosit (salah satu jenis sel darah putih). Pada keadaan normal limfosit akan mengalami suatu siklus. Limfosit yang tua akan mati dan tubuh membentuk limfosit yang baru. Pada limfoma non-Hodgkin tubuh membentuk limfosit yang abnormal yang akan terus membelah dan bertambah banyak dengan tidak terkontrol. Limfosit yang bertambah banyak ini akan memenuhi kelenjar getah bening dan menyebabkan pembesaran. Keganasan ini dapat timbul pada berbegai lokasi di tubuh. Umumnya akan timbul sel kanker di kelenjar getah bening, dan dapat menyebar ke organ limfatik lainnya, termasuk pembuluh limfe, tonsil, adenoid, limpa, kelenjar timus, dan sumsum tulang. Kadang-kadang limfoma non-Hodgkin melibatkan organ lain di luar sistem limfatik. Insiden limfoma non-Hodgkin secara global 7 kali lebih sering dibandingkan limfoma Hodgkin.

Insiden limfoma mengalami peningkatan tiap tahunnya. Sekitar 53% dari keganasan darah yang terjadi tiap tahun adalah limfoma. Di Amerika Serikat angka kejadian limfoma sebanyak 71.380 orang pada tahun 2007 dan merupakan keganasan kelima terbanyak pada pria maupun wanita. Sekitar 12% dari seluruh limfoma adalah jenis limfoma Hodgkin, dan sisanya (sebagian besar) adalah limfoma non-Hodgkin.

Penyebab

Penyebab pasti limfoma Hodgkin maupun non-Hodgkin masih belum diketahui. Namun diperkirakan aktivasi gen abnormal tertentu mempunyai peran dalam timbulnya semua jenis kanker, termasuk limfoma.

Gejala dan Tanda

Gejala umum penderita limfoma Hodgkin yaitu :

- Pembesaran kelenjar getah bening tanpa rasa sakit di leher, ketiak, dan selangkangan. Limfoma Hodgkin umumnya dimulai dari kelenjar getah bening bagian atas tubuh, seperti di leher, di atas tulang belikat, dada, atau di ketiak.

- Rasa lelah yang dirasakan terus menerus

- Demam tinggi yang sering kambuh

- Keringat malam

- Rasa gatal yang berlebihan

- Penurunan berat badan

- Beberapa gejala yang dirasakan mirip seperti sakit flu, yaitu demam, pusing, dan keringat malam.

Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu :

- Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit

- Demam

- Keringat malam

- Rasa lelah yang dirasakan terus menerus

- Gangguan pencernaan dan nyeri perut

- Hilangnya nafsu makan

- Nyeri tulang

Diagnosis

• Limfoma Hodgkin. Sebagian orang penderita penyakit ini mungkin tidak menyadari bahwa dirinya menderita limfoma Hodgkin. Penyakit ini kadang ditemukan dari adanya temuan pada pemeriksaan rontgen dada untuk indikasi lain. Diagnosis ditegakkan dari biopsi kelenjar getah bening yang membesar. Jika hasil biopsi ditemukan perubahan bentuk kelenjar getah bening dan adanya sel Reed-Sternberg, maka hal tersebut memastikan diagnosis. Pemeriksaan penunjang lainnya yang mungkin dibutuhkan untuk diganosis maupun untuk melihat perluasan/keterlibatan organ lain adalah : rontgten, CT-scan, MRI, Gallium scan, PET scan, biopsi sumsum tulang, dan pemeriksaan darah.

Limfoma Hodgkin diklasifikaskan menjadi 4 stadium menurut tingkat keparahannya :

- Stadium I : Kanker hanya terbatas pada satu daerah kelenjar getah bening saja atau pada satu organ

- Stadium II : Pada stadium ini, sudah melibatkan dua kelenjar getah bening yang berbeda, namun masih terbatas dalam satu wilayah atas atau bawah diafragma tubuh

- Stadium III : Jika kanker telah bergerak ke kelenjar getah bening atas dan juga bawah diafragma, namun belum menyebar dari kelenjar getah bening ke organ lainnya.

- Stadium IV : Merupakan stadium yang paling lanjut. Pada stadium iniyang terkena bukan hanya kelenjar getah bening, tapi juga bagian tubuh lainnya, seperti sumsum tulang atau hati.

Limfoma Hodgkin juga dikategorikan menjadi ”A” atau ”B”

- A : Jika pasien tidak mengalami gejala demam, banyak berkeringat, ataupun menurunnya berat badan

- B : Jika pasien mengalami gejala demam, banyak berkeirngat, ataupun menurunnya berat badan.

• Limfoma Non-Hodgkin. Dari pemeriksaan fisik, dokter akan menemukan pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk melihat kemungkinan penyakit infeksi (juga dapat menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening). Diagnosis dibuktikan dengan biposi kelenjar getah bening yang membesar. Pemeriksaan penunjang lainnya adalah rontgen, CT-scan, PET-scan, dan biopsi sumsum tulang mungkin diperlukan untuk melihat apakah penyakit ini telah menyebar ke sumsum tulang. Limfoma non-Hodgkin terdiri dari 30 tipe. Pemeriksaan laboratorium immunophenotyping dapat membedakan limfoma non-Hodgkin jenis sel B atau sel T.

Limfoma Hodgkin diklasifikaskan menjadi 4 stadium menurut tingkat keparahannya :

- Stadium I : Limfoma hany melibatkan satu daerah kelenjar getah bening saja.

- Stadium II : Limfome melibatkan 2 atau 3 kelenjar getah bening setempat yang berdekatan.

- Stadium III : Limfoma melibatkan beberapa daerah kelenjar getah bening di leher, dada, dan abdomen.

- Stadium IV : limfoma menyebar di kelenjar getah bening dan bagian tubuh lainnya, seperti paru, liver, atau tulang.

Terapi

Limfoma ditangani oleh dokter spesialis hematologi-onkologi dan mungkin dirujuk ke dokter spesialis lainnya jika dibutuhkan.

• Limfoma Hodgkin. Terapi penyakit ini tergantung beberapa faktor, seperti stadium penyakit, jumlah dan daerah mana saja kelenjar getah bening yang terlibat, usia, gejala yang dirasakan, hamil/tidak, dan status kesehatan secara umum. Tujuan terapi adalah menghancurkan sel kanker sebanyak mungkin dan mencapai remisi. Dengan penanganan yang optimal, sekitar 95% pasien limfoma Hodgkin stadium I atau II dapat bertahan hidup hingga 5 tahun atau lebih. Jika penyakit ini sudah meluas, maka angka ketahanan hdup 5 tahun sebesar 60-70%. Pilihan terapinya adalah :

§ Radiasi. Terapi radiasi diberikan jika penyakit ini hanya melibatkan area tubuh tertentu saja. Terapi radiasi dapat diberikan sebagai terapi tunggal, namun umumnya diberikan bersamaan dengan kemoterapi. Jika setelah radiasi penyakit kembali kambuh, maka diperlukan kemoterapi. Beberapa jenis terapi radiasi dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker yang lain, seperti kanker payudara atau kanker paru, terutama jika pasien berusia 55 tahun.

- Ada keluarga yang menderita penyakit ini

- Jenis kelamin laki-laki

- Infeksi virus Epstein-Barr atau human T-cell lymphocytotropic virus (HTLV). HTLV menyebabkan limfoma sel T (T-cell lymphoma).

- Sistem kekebalan tubuh yang menurun, seperti pada penderita HIV/AIDS atau yang mendapat terapi imunosupresan.

Faktor risiko limfoma non-Hodgkin :

- Usia. Limfoma non-Hodgkin bisa terjadi pada usia berapa saja, namun tersering ditemukan pada usia 60-an.

- Sistem pertahanan tubuh yang menurun (imunosupresan), seperti yang telah menjalani transplantasi organ.

- Infeksi. Infeksi yang berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit ini adalah infeksi HIV. Infeksi malaria dan virus Epstein-Barr berhubungan dengan peningkatan risiko timbulnya limfoma jenis Burkitt. Selain itu, infeksi Helicobacter pylori juga dapat meningkatkan risiko peyakit ini.

- Bahan kimia seperti pestisida atau herbsida.


Sumber :

1. Norton Healthcare.Lymphoma Cancer Prevention.www.

2. Leukemia and Lymphoma Society.Lymphoma.2007.www.leukemia-lymphoma.org

3. Mayo Clinic.Hodgkin;s Disease.2007.www.mayoclinic.com

4. Mayo Clinic.Non-Hodgkin Lymphoma

5. The Leukemia and Lymphoma Society.The Lymphomas: A Guide for Patients and Caregivers.www.LLS.org

Penulis HSD

Baca Selengkapnya - LIMFOMA

TES GOLONGAN DARAH

iklan
TES GOLONGAN DARAH

Dasar teori


Dr. Karl landstiiner tahun 1900, memperkenalkan 4 macam golongan darah yaitu : A,B,AB dan O, hal tersebut berdasarkan karena darah memiliki 2 faktor yaitu :


1. Antigen : ditemukan pada permukaan eritrosit


2. Antibodi : terdapat dalam plasma ( serum yang sifatnya dapat menghancurkan antigen )


Golongan Darah ABO


Golongan Darah Eritrosit plasma ( serum )


A Antigen A Antibodi B


B Antigen B Antibodi A


C Tidak ada antigen Antibodi A,B


Alat : Kaca Obyek


Bahan : darah, reagen anti A,B dan AB


Cara Kerja


1. Letakan satu tetes reagen anti A disebelah kiri dan satu tetes reagen anti B disebelah kanan


2. Teteskan sedikit darah pada kedua reagen tersebut dan dicampur dengan ujung lidi


3. Perhatikan adanya Aglutinasi


penafsiran Hasil


Anti A Anti B Gol Darah


- - O


+ - A


- + B


+ + AB


Baca Selengkapnya - TES GOLONGAN DARAH

PERDARAHAN POSTPARTUM

iklan
PERDARAHAN POSTPARTUM

I. Defenisi

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1998).


Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 199 8)

HPP biasanya kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E Dongoes, 2001).




Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:

- Early Postpartum : Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir

- Late Postpartum : Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir



Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi perdarahan post partum :

1. Menghentikan perdarahan.

2. Mencegah timbulnya syok.

3. Mengganti darah yang hilang.Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan penyebabnya :

1. Atoni uteri (50-60%).

2. Retensio plasenta (16-17%).

3. Sisa plasenta (23-24%).

4. Laserasi jalan lahir (4-5%).

5. Kelainan darah (0,5-0,8%).



II. Etiologi

Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:

1. Atonia Uteri

2. Retensi Plasenta

3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban

- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)

- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)

4. Trauma jalan lahir

a. Episiotomi yang lebar

b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim

c. Rupture uteri

5. Penyakit darah







Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia /hipofibrinogenemia.



Tanda yang sering dijumpai :

- Perdarahan yang banyak.

- Solusio plasenta.

- Kematian janin yang lama dalam kandungan.

- Pre eklampsia dan eklampsia.

- Infeksi, hepatitis dan syok septik.

6. Hematoma

7. Inversi Uterus

8. Subinvolusi UterusHal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;

· Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:

1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.

2. Grande multipara (lebih dari empat anak).

3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).

4. Bekas operasi Caesar.

5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.

· Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:

1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.

2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.

3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.

4. Uterus yang lembek akibat narkosa.

5. Inversi uteri primer dan sekunder.



III. Manifestasi Klinis

Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam jumlah yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, mual.








Gejala Klinis berdasarkan penyebab:

a. Atonia Uteri:

Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer)

Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain)

b. Robekan jalan lahir

Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik.

Gejala yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.

c. Retensio plasenta

Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit, perdarahan segera, kontraksi uterus baik

Gejala yang kadang-kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri akibat tarikan, perdarahan lanjutan

d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)

Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan segera

Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik tetapi tinggi fundus tidak berkurang.

e. Inversio uterus

Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan segera, dan nyeri sedikit atau berat.

Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok neurogenik dan pucatIV. Patofisiologi

Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.







Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan jalan lahir adalah:

· Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).

1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih tinggi.

2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.

3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika, kontraksi yang lemah


tersebut menjadi kuat.

· Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).

1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.

2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-menerus.


Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.

3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus mengeras tapi



perdarahan tidak berkurang.Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri





Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum.

Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama; pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.

Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim.

Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.









Gambar 1. Perdarahan Postpartum Akibat Atonia UteriAdapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas, Partus lama dan partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu regang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar, Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta, Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.



Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta








Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah bayi lahir.





Penyebab retensio plasenta :



  1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih

    dalam. Menurut tingkat perlekatannya :

    a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih

    dalam.

    b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua

    endometrium sampai ke miometrium.

    c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke

    serosa.

    d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa atau peritoneum

    dinding rahim.

  2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar karena atoni

    uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat

    kesalahan penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar

    (plasenta inkarserata).



Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.



Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi





Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan. Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa, lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat, bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri






Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.

Pembagian inversio uteri :

1. Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.

2. Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.

3. Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan sebagian sudah keluar vagina.

Penyebab inversio uteri :

1. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan, tekanan

intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).

2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual plasenta

yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :

1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.

2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.

Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan.

Gejala klinis inversio uteri :

- Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat, perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan nekrosis.

- Pemeriksaan dalam :

1. Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus uteri cekung ke dalam.

2. Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina teraba tumor lunak.

3. Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).


Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma






Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap kembali secara alami.Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir






Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robelan servik atau vagina.

- Robekan Serviks

Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik uteri



- Robekan Vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.- Robekan Perineum

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika

Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.

V. Pemeriksaan Penunjang

a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang

b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)

c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum

d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih

e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID

Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan


VI. Terapi

Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi dengan kuat, uterus harus diurut :

· Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus bagian bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan. Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang signifikan dapat terjadi karena penyebab lain selain atoni uteri.

· Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus uteri. Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus dilakukan.


· Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya laserasi.

· Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan rendam duduk setelah 12 jam.

· Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan ukuran jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim contoh darah untuk penentuan golongan dan pemeriksaan silang, jika pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan.

· Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal, terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama dengan mengurut uterus secara efektif

· Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV, dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik, untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.

· Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan kateter foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.

· Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10 L/menit bila terdapat tanda kegawatan pernafasan.


Terapi Perdarahan Postpartum karena Atonia

Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu harus segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan tindakan dengan urutan sebagai berikut:

· Pasang infus.

· Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau ergometrin 0,5 cc hingga 1 cc.

· Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus.

· Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan;

· Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit).

· Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah;

· Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau kompresi aorta.

Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:

· Pemberian uterotonika intravena.

· Kosongkan kandung kemih.

· Menekan uterus-perasat Crede.

· Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta.

Tentu saja, urutan di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan penolong memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan operasi histerektomi, dengan terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena serta infus cairan sebagai pertolongan pertama.

Perdarahan postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir

Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat, keras, bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan lampu penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya, jahitlah luka tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat.

Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon pada liang senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang infus dan pemberian uterotonika intravena.


VII. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan tanda-tanda vital

1) Suhu badan

Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360 C – 370 C), terjadi penurunan akibat hipovolemia

2) Nadi

Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.

3) Tekanan darah

Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia

4) Pernafasan

Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.


b. Pemeriksaan Khusus

Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :

1. Nyeri/ketidaknyamanan

Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)

Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)

2. Sistem vaskuler

§ Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya

§ Tensi diawasi tiap 8 jam

§ Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah

§ Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan

§ Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.


3. Sistem Reproduksi

a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya

b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau

c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas

d. Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak

e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum

f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub involusi)


4. Traktus urinarius

Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain

5. Traktur gastro intestinal

Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi

6. Integritas Ego : Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir









VIII. ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan. Pengkajian yang benar dan terarah akan mempermudah dalam merencanakan tinfakan dan evaluasi dari tidakan yang dilakasanakan. Pengkajian dilakukan secara sistematis, berisikan informasi subjektif dan objektif dari klien yang diperoleh dari wawancara dan pemeriksaan fisik.Pengkajian terhadap klien post meliputi :

- Identitas klien

Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, medical record dan lain – lain

- Riwayat kesehatan

1. Riwayat kesehatan dahulu

riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik, hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa plasenta.

2. Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah, haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas dingin, dan mual.

3. Riwayat kesehatan keluarga

Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan hemopilia dan penyakit menular.

- Riwayat obstetrik

a. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya , keluhan waktu haid, HPHT

b. Riwayat perkawinan meliputi : Usia kawin, kawin yang keberapa, Usia mulai hamil

c. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu

1. Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta

2. Riwayat persalinan meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir

3. Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi

d. Riwayat Kehamilan sekarang

1. Hamil muda, keluhan selama hamil muda

2. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain

3. Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat

Pola aktifitas sehari-hari

a. Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah – buahan.

b. Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi. Adanya perubahan pola miksi dan defeksi.

BAB harus ada 3-4 hari post partum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri (Rustam Mukthar, 1995 )

c. Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.

d. Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan mengganti balutan atau duk.

B. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan vaskuler yang berlebihan

2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovelemia

3. Ansietas berhungan dengan krisis situasi, ancaman perubahan pada status kesehatan atau kematian, respon fisiologis

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, Stasis cairan tubuh, penurunan Hb

5. Resiko tinggi terhadap nyeri berhubungan dengan trauma/ distensi jaringan

6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan atau tidak mengenal sumber informasi

C. Rencana Keperawatan pada Pasien Perdarahan Postpartum


No Diagnosa Intervensi Rasional

1 Kekurangan volume cairan b.d kehilangan vaskuler berlebihan


DO:

- Hipotensi

- Peningkatan nadi,

- Penurunan volume urin,

- Membran mukosa kering,

- Pelambatan pengisian kapiler

DS:

- Ibu mengatakan urin sedikit

- Ibu mengatakan pusing dan pucat

- Ibu mengatakan kulit kering dan bersisik


Tujuan :

Volume cairan adekuat


Hasil yang diharapkan:

- TTV stabil

- Pengisian kapiler cepat

- Haluaran urine adekuat


Mandiri:

1. Tinjau ulang catatan kehamilan dan persalinan, perhatikan faktor-faktor penyebab atau memperberat perdarahan seperti laserasi, retensio plasenta, sepsis, abrupsio plasenta, emboli cairan amnion.


2. Kaji dan catat jumlah, tipe dan sisi perdarahan ; timbang dan hitung pembalut ; simpan bekuan darah, dan jaringan untuk dievaluasi oleh dokter.


3. Kaji lokasi uterus dan derajat kontraktilitas uterus. Dengan perlahan masase penonjolan uterus dengan satu tangan sambil menempatakan tangan kedua tepat diatas simfisis pubis


4. Perhatikan hipotensi / takikardia, perlambatan pengisian kapiler atau sianosis dasar, kuku, membran mukosa dan bibir.

5. Pantau parameter hemodinamik, seperti tekanan vena sentral atau tekanan bagi arteri pulmonal, bila ada


6. Pantau masukan aturan puasa saat menentukan status/kebutuhan klien

7. Berikan lingkungan yang tenang dan dukungan psikologis


- Membantu dalam membuat rencana perawatan yang tepat dan untuk memberikan kesempatan mencegah terjadinya komplikasi


- Perkiraan kehilangan darah, arternal versus vena dan adanya bekuan-bekuan membantu membuat diagnosa banding dan menentukan kebutuhan penggantian (catatan : satu gram peningkatan berat pembalut sama dengan kira-kira 1 ml kehilangan darah)


- Derajat kontraktilitas uterus membantu dalam diagnosa banding. Peningkatan kontraktilitas miometrium dapat menurunkan kehilangan darah. Penempatan satu tangan diatas simfisis pubis mencegah kemungkinan inversi uterus selama messase


- Tanda-tanda ini menunjukkan hipovolemik dan terjadinya syok. Perubahan pada Tekanan Darah tidak dapat dideteksi sampai volume cairan telah menurun sampai 30-50%. Sianosis adalah tanda akhir dari hipoksia (rujuk pada DK : perfusi jaringan, perubahan)


- Memberikan pengukuran lebih langsung dari volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian


- Bermanfaat dalam memperkirakan luas/signifikasi kehilangan cairan. Volume perfusi/sirkulasi adekuat ditunjukkan dengan haluaran 30-50 ml/jam atau lebih besar


- Meningkatkan relaksasi dapat menurunkan ansietas dan kebutuhan metabolik


2 . Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan hipovolemia

DO:

- Penurunan pulsasi arteri,

- Ekstremitas dingin

- Perubahan tanda-tanda vital

- Pelambatan pengisian kapiler

- Penurunan produksi ASI

DS:

- Ibu mengatakan Asi sedikit

- Ibu mengatakan tangan dan kakinya dingin


Tujuan : Tidak terjadi perfusi jaringan

Kriteria hasil :

· Menunjukkan tanda-tanda vital dalam rentang normal

· Ekstremitas hangat

· Kapiler refill <> 35 tahun

§ Paritas > 3 kali

§ Inaktivitas

§ Kelahiran cesar

§ Diabetes mellitus
Baca Selengkapnya - PERDARAHAN POSTPARTUM