Pengetahuan dan sikap remaja tentang bahaya seks bebas di SMA

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa, suatu tahap perkembangan sudah dimulai namun yang pasti setiap laki-laki maupun perempuan akan mengalami suatu perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja adalah munculnya dorongan-dorongan seks, perasaan yang terjadi pada remaja menimbulkan berbagai bentuk ekspresi hubungan seks (Pangkahila, 1998). Sudut pandang kesehatan masalah yang sangat mengkhawatirkan pada masa kelompok usia remaja adalah masalah yang berkaitan dengan seks bebas (unprotected sexuality), penyebaran Penyakit Menular Seksual (PMS), kehamilan diluar nikah atau kehamilan yang tidak diinginan dari kalangan remaja (adolocent unwanted Pregnancey) dan aborsi yang tidak aman (Laksmiwati, 1999).
Dikalangan remaja telah terjadi revolusi dalam hubungan seksual menuju kearah liberalisasi tanpa batas. Kebanggaan terhadap kemampuan untuk mempertahankan kegadisan sampai pada pelaminan telah sirna, oleh karena kedua belah pihak saling menerima kedudukan baru dalam seni pergaulan hidupnya. Informasi yang cepat dalam berbagai bentuk telah menyebabkan dunia semakin menjadi milik remaja. Informasi tentang kebudayaan hubungan seksual telah mempengaruhi kaum remaja Indonesia, sehingga telah tejradi suatu revolusi yang menjurus makin bebasnya hubungan seksual pranikah (Manuaba, 1998).
Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia menurut Worl Health Organization (WHO) pada tahun 1995 sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Sektiar 900 juta berada dinegara sedang berkembang. Data demografi di Amerika Serikat (1990) menunjukkan jumlah remaja berumur 10-19 tahun sekitar 15% populasi. Jumlah penduduk di Asia Pasifik merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlimanya adalah remaja umur 10-19 tahun. Menurut Biro Pusat Statistik (1999) di Indonesia kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 22%, yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan (Seotjiiningsih, 2004).
Praktik seks bebas (free sex) yang menjalar dikalangan remaja zaman sekarang telah menjadi problem serius. Berubahnya orientasi seks dari sesuatu yang sangat pribadi dan tertutup lalu kini dibuka lebar-lebar, seolah menjadi fenomena umum remaja modern. Mereka menjadi begitu permisif untuk saling menyentuh, bergandengan, berpelukan, Petting (bercumbu tanpa melakukan coitus) dan bahkan bersenggama dengan lawan jenis. Memang tidak semua remaja melakukan hal itu (www.pikiran-rakyat.com)
Kasus Infeksi Menular Seksual (IMS) di Amerika Serikat yang dilaporkan setahunnya terjadi 20 juta kasus IMS, 30% adalah remaja, dan lebih dari 50% merupakan kelompok remaja dan dewasa muda yaitu umur dibawah 25 tahun. Hampir diseluruh Inggris terjadi peningkatan insidensi IMS dan terjadi terutama pada kelompok remaja. Pada tahun 2000, dari seluruh infeksi klamidia tercatat 34% dan 40% dari Ghonorhoe pada perempuan dewasa, terdapat pada remaja perempuan. Berbagai laporan di Indonesia menunjukkan bahwa kelompok umur paling banyak menderita IMS adalah kelompok umur muda. Selama 2 tahun (1993-1994) di Rumah Sakit Pringadi Medan untuk penyakit kondiloma akuminata tercatat 35,4% adalah penderita kelompok umur 20-24 tahun, 33,3% dari kelompok umur 25-29 tahun. Selama 4 tahun (1990-1994) di Rumah Sakit Dr.Kariadi Semarang tercatat 3803 kasus IMS pada unit rawat jalan,1325 kasus(38,8%) adalah penderita umur 15-24 tahun,dan tercatat 1768 orang (46,5%) adalah umur 25-34 tahun. Demikian juga halnya di Rumah Sakit Umum Pemerintah Sanglah Denpasar, tercatat 59,1% dari penderita IMS yang tercatat antara tahun 1995-1997 adalah kelompok remaja. (Soetjiningsih, 2004)
Berdasarkan penelitian di berbagai kota besar di Indonesia, sekitar 20%-30% remaja mengaku pernah melakukan hubungan seks. Ancaman pola hidup seks bebas remaja secara umum baik dipondokan atau kos-kosan tampaknya berkembang semakin serius. Pakar seks di Jakarta mengungkapkan, dari tahun ke tahun data remaja yang melakukan hubungan seks bebas semakin meningkat. Dari sekitar 5% pada tahun 1980-an, menjadi 20% pada tahun 2000. Kisaran angka tersebut, menurut Dr.Boyke, dikumpulkan dari berbagai penelitian dibeberapa kota besar di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Palu, dan Banjarmasin. Bahkan di Pulau Palu, Sulawesi Tenggara, pada tahun 2000 lalu tercatat remaja yang pernah melakukan hubungan seks pra nikah mencapai 29,9%. (Majalah Gemari, 2001)
Dilihat dari sisi kesehatan, bahaya perilaku seks bebas bisa menimbulkan berbagai gangguan. Diantaranya, terjadi kehamilan yang tidak diinginkan. Selain tentunya kecenderungan untuk aborsi, juga menjadi salah satu penyebab munculnya anak-anak yang tidak diinginkan. Seks bebas juga bisa meningkatkan resiko kanker mulut rahim. Jika hubungan seks tersebut dilakukan sebelum usia 17 tahun, resiko terkena penyakit tersebut bisa mencapai empat hingga lima kali lipat. Selain itu, bahaya seks bebas akan meningkatkan kasus penyakit menular seksual, seperti sipilis, Ghonorhoe (GO), hingga Humman Immunodeficiency Virus (HIV) atau Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS). (Majalah Gemari, 2001).
Hasil survey yang dilakukan peneliti pada tanggal 13 April di SMA Teladan menunjukkan bahwa pengetahuan siswa tentang bahaya seks bebas dalam kategori cukup atau 57 %.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka penulis mengambil Rumusan Masalah yaitu “Bagaimanakah pengetahuan dan sikap remaja tentang bahaya seks bebas di SMA Teladan Metro?”

C. Ruang Lingkup
1. Sifat Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Remaja di SMA Teladan Metro
3. Objek Penelitian : Pengetahuan dan sikap remaja tentang bahaya seks bebas di SMA Teladan Metro
4. Lokasi Penelitian : Di SMA Teladan Metro
5. Waktu Penelitian : 24 April – 20 Mei 2006

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan dan sikap remaja tentang bahaya seks bebas di SMA Teladan Metro
2. Tujuan Khusus
Dengan memperhatikan masalah dan permasalahan dikemukakan diatas maka tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Diketahuinya pengetahuan remaja tentang bahaya seks bebas di SMA Teladan Metro
b. Diketahuinya sikap remaja tentang bahaya seks bebas di SMA Teladan Metro

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Bagi Remaja
Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman bagi remaja tentang bahaya seks bebas.
2. Bagi SMA Teladan Metro
Dengan adanya penelitian ini maka penulis berharap bahwa penelitian ini akan bermanfaat dan berguna untuk dijadikan bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai sumber referensi dan bacaan untuk peneliti selanjutnya dalam kaitannya dengan pengetahuan dan sikap remaja tentang bahaya seks bebas.

Baca Selengkapnya - Pengetahuan dan sikap remaja tentang bahaya seks bebas di SMA

Pengetahuan dan sikap remaja putri tentang menstruasi pada siswi kelas II SMP

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Tujuan jangka panjang pembangunan di bidang kesehatan adalah menciptakan Indonesia Sehat 2010, bukan hanya sehat fisik tetapi juga sehat psikologis. Salah satu sasaran yang ditetapkan untuk tahun 2010 adalah meningkatkan kesehatan reproduksi. Upaya menuju tersedianya Standar Pelayanan Medik dalam bidang kesehatan reproduksi telah dilaksanakan melalui berbagai kegiatan strategik dalam tahun-tahun terakhir, yang dimulai dengan dibentuknya Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR) serta diperkenalkannya pelatihan berdasarkan kompetensi pada tahun 1993 (Sarwono, 2003:5).
Berapa tahun terakhir masalah kesehatan reproduksi remaja menjadi kepudilian Nasional karena disadari bahwa remaja dalam hidupnya menghadapi berbagai masalah khusus yang membutuhkan perhatian yang khusus pula. Kebutuhan terhadap kesehatan reproduksi remaja sebenarnya merupakan permasalahan dunia, akan tetapi di negara kita hal ini tidak mendapatkan perhatian yang memadai (Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI),2000:3).
Program kesehatan reproduksi remaja merupakan upaya untuk membantu remaja agar memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap dan perilaku kehidupan reproduksi sehat dan bertanggungjawab. Kesehatan reproduksi ini tidak saja bebas dari penyakit dan kecacatan, namun juga sehat mental dan sosial dari alat, sistem, fungsi serta proses reproduksi (Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),2001:1).
Masalah kesehatan reproduksi yang sering dialami oleh remaja salah satunya tentang menstruasi. Masalah menstruasi sering membuat remaja cemas, was-was dan kurang percaya diri.
Remaja putri pada umumnya belajar tentang menstruasi dari ibunya, tapi sayang tidak semua ibu memberikan informasi yang memadai kepada putrinya bahkan sebagian enggan membicarakan secara terbuka. Menghadapi hal ini menimbulkan kecemasan pada anak, bahkan sering tumbuh keyakinan bahwa menstruasi itu sesuatu yang tidak menyenangkan atau serius. Mereka juga mengembangkan sikap negatif tentang menstruasi. Ia mungkin merasa malu dan melihatnya sebagai penyakit. Khususnya jika ketika mengalaminya ia merasa letih atau terganggu. Pandangan negatif tentang menstruasi berlanjut sampai menjelang dewasa (Liewellyn & Jones, 1997:33).
Panjang siklus menstruasi yang normal atau dianggap sebagai siklus menstruasi yang khas ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama. Juga pada kakak beradik bahkan saudara kembar, siklusnya tidak terlalu sama. Rata-rata panjang siklus menstruasi pada gadis usia 12 tahun ialah 25,1 hari. Lama menstruasi biasanya antara 3-8 hari, pada setiap wanita biasanya lama menstruasi itu tetap (Sarwono, 2002 :103).
Dua hari sebelum menstruasi dimulai, banyak wanita merasa tidak enak badan, mereka mengalami pusing-pusing, perut kembung, letih atau mudah tersinggung dan mungkin merasakan tekanan di daerah pinggul, umumnya gejala hilang ketika menstruasi dimulai (Llewellyn & Jones, 1997 : 34).
Remaja putri yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses menstruasi, mudah sekali timbul dismenorea (Sarwono, 2002:230).
Menghadapi menstruasi tersebut para remaja diharapkan mengetahaui tentang menstruasi yang normal. Tidak sedikit para remaja yang belum mengetahui tentang menstruasi, sehingga akan berpengaruh terhadap remaja dalam menjalankan masa kedewasaannya. Apalagi pokok bahasan tentang mentruasi tidak di bahas, meskipun tentang kesehatan reproduksi sudah di bahas namun belum mengupas secara mendalam.
Berdasarkan hasil study pendahuluan yang dilakukan terhadap remaja putri siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro, penulis temukan berjumlah 13 siswi mengalami siklus menstruasi panjang, 14 siswi mengalami sakit atau nyeri perut saat menstruasi. Menghadapi menstruasi tersebut mereka merasa resah, cemas, was-was, lebih dan terganggu. Sindroma pra-menstruasi yang sering dialami siswi ialah mudah marah 13 orang, pusing dan mual 10 orang serta payudara sakit 4 orang, dalam menghadapi menstruasi tersebut mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan, bahkan untuk berbicara kepada orang tua mereka malu, serta mereka mengatakan belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang menstruasi.
Berdasarkan uraian di atas pentingnya pengetahuan remaja putri tentang menstruasi sejak dini, sudah dapat diberikan khusuanya para remaja putri siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro. Mengingat masih banyak remaja putri yang belum mengerti tentang menstruasi, maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan sikap remaja putri tentang menstruasi pada siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah, maka yang menjadi permasalah penulis yang nantinya akan diteliti pada Karya Tulis Ilmiah ini adalah “Bagaimanakah Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Menstruasi pada siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperolehnya gambaran pengetahuan dan sikap remaja putri tentang menstruasi pada siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Memperolehnya gambaran pengetahuan remaja putri tentang menstruasi pada siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro.
b. Memperolehnya gambaran sikap remaja putri tentang menstruasi pada pada siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro.
D. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro
3. Objek Penelitian : Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri tentang Menstruasi
4. Lokasi Penelitian : SMP Negeri 3 Metro
5. Waktu Penelitian : Penelitian dilakukan tanggal 13 Maret 2006 s.d
21 Juni 2006

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Remaja Putri Siswi Kelas II SMP Negeri 3 Metro
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman remaja putri siswi kelas II SMP Negeri 3 Metro tentang menstruasi sehingga mampu mengatasi rasa kekhawatiran yang mereka alami.
2. Bagi Institusi Pendidikan SMP Negeri 3 Metro
Sebagai bahan bacaan untuk menambah pengetahuan guru mengenai menstruasi
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan bacaan dan informasi untuk peneliti selanjutnya

Baca Selengkapnya - Pengetahuan dan sikap remaja putri tentang menstruasi pada siswi kelas II SMP

Pengetahuan ibu mengenai kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) di puskesmas

iklan
BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang

Sejak dirumuskannya tujuan “kesehatan bagi semua pada tahun 2000”, semua negara di dunia berusaha untuk memperkuat dan memperluas sistem pemeliharaan kesehatan dasar (PKD) negaranya. Deklarasi Alma Ata. pada tahun 1978 memperkenalkan delapan unsur utama pemeliharaan kesehatan dasar, yaitu pendidikan tentang cara mengenali dan mengatasi masalah kesehatan beserta upaya pencegahan dan pengendaliaannya; peningkatan penyediaan makanan dan gizi yang cukup; penyediaan air bersih dan sanitasi dasar;pemeliharaan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana;imunisasi terhadap penyakit infeksi;pencegahan dan pengendalian penyakit endemik setempat; pengobatan yang benar terhadap penyakit dan cedera yang umum;dan pengadaan obat yang penting. (Tarimo, 1994)

Program imunisasi yang saat ini telah jauh berkembang dengan tantangan yang semakin banyak. Pada awal pelaksanaan program imunisasi, para petugas berjuang keras agar setiap wilayah mampu menyediakan pelayanan imunisasi sesuai standar pelayanan baik melalui pelatihan, pemantauan wilayah setempat, supervisi checklist maupun perencanaan wilayah setempat.

Pada tahun 2000, selain upaya pemerataan UCI (Universal Child Imunization) di setiap desa, program imunisasi telah mentargetkan sasaran-sasaran spesifik yaitu eliminasi tetanus neonatorum, eradikasi polio, reduksi campak serta perluasan imunisasi hepatitis B. Disamping itu,yang tak kalah penting adalah bahwa program imunisasi harus dapat meningkatkan kualitas pelayanan untuk menjamin potensi vaksin serta penyuntikan yang aman. program imunisasi adalah bagian dari upaya pelayanan kesehatan dasar. Program ini juga merupakan bagian upaya mempercepat upaya pemutusan mata rantai penularan PD3I (Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi) untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, antara lain melalui kegiatan PIN (Pekan Imunisasi Nasional), imunisasi TT 5 dosis pada wanita usia subur, serta penanggulangan KLB (Kejadian Luar Biasa) dari penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi khususnya KLB campak. (Depkes dan Kesos RI,2000).

Salah satu indikator yang penting untuk mengetahui derajat kesehatan di suatu negara adalah banyaknya bayi (umur 0-1 tahun) yang meninggal per 1000 kelahiran hidup yang disebut AKB. Walaupun angka kelahiran hidup telah menurun 10,3% pada akhir pelita II menjadi 90,3% pada akhir pelita III 76%. Angka kelahiran bayi di Indonesia yang tertinggi di negara ASEAN. (Suraatmadja, 1991)

Angka kematian bayi di Propinsi Lampung pada tahun 2002 berjumlah 42 bayi per 1000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian bayi tahun 2003 berjumlah 55 bayi per 1000 kelahiran hidup. Hal ini belum mencapai target Lampung Sehat 2010 dan Indonesia sehat 2010 dengan angka kematian bayi 40 bayi per 1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2004).

Angka kelahiran bayi yang tinggi ini perlu dilakukan upaya-upaya kesehatan yang lebih terarah supaya AKB di Indonesia dapat menurun. Pada penelitian penyebab kematian bayi di Indonesia ternyata 70% disebabkan karena diare, Radang akut pada saluran pernafasan, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Jika program imunisasi dilaksanakan dengan baik dan menyeluruh 80% maka keefektifan imunisasi mencapai 85% sampai 90%. Lebih dari 115.000 kematian pada balita dapat dicegah. Hal ini tentu juga akan berpengaruh terhadap Angka Kematian Bayi (AKB). (Suraatmadja, 1991)

Imunisasi bertujuan untuk melindungi individu dan masyarakat terhadap serangan penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi. Vaksin mutakhir aman namun tidak ada vaksin yang tanpa resiko. Maka, walaupun jarang sebagian orang dapat mengalami reaksi setelah imunisasi yang bersifat ringan sampai mengancam jiwa. Pada beberapa kasus reaksi disebabkan oleh vaksin. Pada kasus lain penyebabnya adalah kesalahan pemberian vaksin tetapi sebagian besar umumnya tidak berhubungan dengan vaksin. Apapun penyebabnya apabila timbul Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) masyarakat selalu bersikap menolak untuk pemberian imunisasi berikutnya, sehingga anak tersebut akan rentan terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, sehingga dapat timbul kecacatan atau kematian. Untuk itu pelaporan KIPI yang tepat dan cepat diikuti dengan tindak lanjut yang benar dapat membantu pelaksanaan program mengatasi masalah di lapangan sehingga di masyarakat tidak resah dan tetap mendukung program imunisasi. (I.G.N Ranuh, dkk, 2001)

Reaksi KIPI imunisasi campak yang banyak dijumpai dengan gejala demam yang lebih dari 39,50C yang terjadi pada 5 –15% kasus, demam mulai dijumpai pada hari ke-5 – 6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari. Ruam dapat dijumpai pada 5% resepien, timbul pada hari ke-7 – 10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari. Pada penelitian yang mencakup 6.000 anak berusia 1-2 tahun dilaporkan setelah vaksin MMR dapat terjadi malaise, demam, atau ruam yang sering terjadi 1 minggu setelah imunisasi dan berlangsung selama 2-3 hari. Dalam masa 6 sampai 11 hari setelah imunisasi dapat terjadi kejang demam pada 0,1% anak, ensefalitis pasca imunisasi <>

Baca Selengkapnya - Pengetahuan ibu mengenai kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) di puskesmas

Pengetahuan ibu hamil tentang kunjungan pemeriksaan kehamilan di BPS

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Prawirohardjo (2002), untuk menurunkan angka kematian ibu dan angka kematian bayi dengan menetapkan salah satu sasaran untuk tahun 2010 adalah menurunkan angka kematian ibu menjadi 125 orang per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi menjadi 16 orang per 1.000 kelahiran hidup. Menurut Prawiroharjo (2001), untuk mencapai sasaran tersebut ditetapkan 4 strategi utama yang dinyatakan sebagai empat pilar safe motherhood yang salah satunya adalah pelayanan antenatal. Kemampuan pelayanan kesehatan suatu negara antara lain dinilai dengan perbandingan tinggi rendahnya angka kematian ibu dan angka kematian bayi setiap tahun sekitar 500.000 orang wanita di negara berkembang meninggal akibat kehamilannya, berjuta-juta ibu hamil mengalami komplikasi yang berat, dan terjadi 7 juta kematian sebagai akibat gangguan kesehatan ibu pada masa kehamilan atau proses persalinan (DEPKES RI, 1998).
WHO memperkirakan bahwa sekitar 15% dari seluruh wanita yang hamil akan mengalami komplikasi yang berkaitan dengan kehamilannya serta dapat mengancam jiwanya. Sebagian besar dari 5.600.000 orang wanita hamil di Indonesia, akan mengalami suatu komplikasi atau masalah yang berakibat fatal. Data tersebut menunjukkan, untuk bisa efektif dalam meningkatkan keselamatan ibu dan bayi yang baru lahir, maka asuhan antenatal harus lebih di fokuskan karena telah terbukti bermanfaat untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir (Pusdiknakes – WHO – JHPIEGO, 2001). Saat ini, angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Indonesia masih sangat tinggi. Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI,2002/2003), angka kematian ibu adalah 307 orang per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi adalah 20 orang per 1.000 kelahiran hidup (http:///www.Google.co.id. 2005)
Penurunan angka kematian ibu merupakan indikator keberhasilan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ibu hamil dalam hal ini adalah pengawasan pemeriksaan kehamilan yang masih belum memadai, sehingga masalah-masalah atau penyulit dalam kehamilan dengan hamil resiko tinggi terlambat diketahui bahkan tidak diketahui (Manuaba, 1998). Hal ini sesuai dengan visi Indonesia sehat 2010, dimana telah merumuskan visi pembangunan kesehatan yang menuju masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai dengan penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Pedoman Manajemen Terpadu Kesehatan Puskesmas, 2003).
Pada zaman dulu, pada umumnya masyarakat menyangka bahwa hal yang paling utama dan yang paling penting adalah berupa pertolongan sewaktu persalinan. Pada saat ini sangkaan itu dianggap salah, karena selain perkembangan pengetahuan pada masyarakat juga di dukung oleh kesadaran yang tinggi. Pengawasan yang baik, bermutu dan keteraturan dalam pemeriksaan, banyaknya penyulit-penyulit sewaktu hamil dapat diobati dan dicegah sehingga persalinan berjalan mudah dan normal. Apabila dalam peroses persalinan akan diambil suatu tindakan, hal ini seharusnya dilakukan sedini mungkin tanpa harus menunggu terjadinya komplikasi dan persalinan tidak terlantar (Moechtar, 1998).
Berdasarkan Kep. Menteri Kesehatan RI No. 1457/MenKes/SK/X/2003 cakupan K1 dan K4 pada tahun 2010 diharapkan mencapai target 95%. Di Propinsi Lampung terdapat 177.762 orang ibu hamil dimana perbandingan dari jumlah ibu hamil tersebut adalah dari 20 orang ibu hamil terdapat 13 orang ibu hamil yang memeriksakan dengan bidan atau di fasilitas kesehatan, contohnya Puskesmas atau Rumah Sakit (Profil Kesehatan Propinsi Lampung, 2004). Target yang harus dicapai Dinas Kesehatan Lampung Timur untuk K1 dan K4 sebesar 90% sedangkan data yang didapat dari pra survei di Dinas Kesehatan Lampung Timur, sasaran ibu hamil untuk cakupan K1 dan K4 di Kabupaten Lampung Timur pada tahun 2005 sebanyak 24.301 orang ibu hamil tetapi yang melaksanakan kunjungan awal kehamilan (K1) hanya 20.452 orang ibu hamil (84,2%) dan yang melaksanakan kunjungan ulang secara teratur minimal 4x (K4) hanya 19.151 orang ibu hamil (78,8%). Data pra survei di Puskesmas Sukaraja Nuban didapat sasaran ibu hamil untuk cakupan K1 dan K4 pada tahun 2005 sebanyak 1.129 orang ibu hamil tetapi yang melaksanakan kunjungan awal (K1) sebanyak 1.023 orang ibu hamil (90,6%) dan yang melakukan kunjungan ulang minimal 4x hanya 1.004 orang ibu hamil (88,9%). Berdasarkan data pada bulan Maret tahun 2006 dari BPS Suwarni, didapatkan 59 ibu hamil tetapi yang melakukan pemeriksaan ulang kehamilan hanya 43 orang ibu hamil dan yang tidak melakukan pemeriksaan ulang kehamilan ada 16 orang ibu hamil.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul
“Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah maka peneliti dapat membuat suatu rumusan masalah “Bagaimana Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan di BPS Suwarni di Kelurahan Sukaraja Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten Lampung Timur tahun 2006 ?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu hamil tentang kunjungan pemeriksaan selama kehamilan di BPS Suwarni di Sukaraja Nuban.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil tentang tujuan kunjungan pemeriksaan kehamilan.
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil tentang manfaat kunjungan pemeriksaan kehamilan.
c. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu hamil tentang jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup objek dan materi penelitian sebagai berikut :
a. Jenis Penelitian : Deskriptif
b. Subjek penelitian : Ibu hamil dengan usia kehamilan 28 mgg atau lebih yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan secara teratur di BPS Suwarni Sukaraja Nuban
c. Objek Penelitian : Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Kunjungan Pemeriksaan Kehamilan
d. Lokasi Penelitian : BPS Suwarni di Sukaraja Nuban Kelurahan Sukaraja Nuban Kecamatan Batanghari Nuban Kabupaten Lampung Timur
e. Waktu Penelitian : Penelitian dilakukan setelah seminar proposal disetujui

E. Manfaat Penelitian
1. Puskesmas Sukaraja Nuban Lampung Timur
Menambah wawasan serta dapat dijadikan tolak ukur para tenaga kesehatan terutama bidan di Puskesmas Sukaraja Nuban dalam melaksanakan tugas agar lebih aktif memberikan penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat khususnya ibu hamil tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan.
2. Lahan praktek BPS Suwarni di Sukaraja Nuban
Menambah wawasan, tolak ukur dan tindak lanjut para tenaga kesehatan khususnya bidan untuk melakukan atau menjalani tugas khususnya mengenai gambaran pengetahuan ibu hamil mengenai tingkat keteraturan dalam pemeriksaan kehamilan.
3. Bagi ibu hamil
Sebagai masukan bagi ibu hamil agar lebih meningkatkan kesadaran perlunya pemeriksaan kehamilan secara teratur serta menambah wawasan pengetahuan dan pandangan positif pada ibu hamil akan fungsi dan kepentingan mengenai pemeriksaan selama kehamilan sehingga di harapkan dapat menyakinkan ibu hamil untuk melakukan rutinitas dalam melakukan pemeriksaan selama kehamilan.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Untuk memberikan masukan bagi kegiatan penelitian berikutnya terutama mengenai keteraturan pemeriksaan kehamilan serta memberikan gambaran untuk penelitian selanjutnya yang terkait dengan kunjungan pemeriksaan kehamilan dalam aspek tingkat ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pekerjaan.

Baca Selengkapnya - Pengetahuan ibu hamil tentang kunjungan pemeriksaan kehamilan di BPS

Pengetahuan ibu hamil tentang HIS palsu di BPS

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia pada tahun 1996 angka kematian ibu masih cukup tinggi yaitu 425 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 1997). Berdasarkan surat Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup, target yang akan dicapai pada tahun 2010 adalah angka kematian ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup.
Di Propinsi Lampung, cenderung terjadi peningkatan AKI sebesar 143 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 153 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 (Dinas Kes Propinsi Lampung, 2003). Menurut data terakhir di Kabupaten Lampung Tengah 12 orang ibu per 18839 (Dinkes RI Metro, 2004).
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, adalah perdarahan, infeksi dan eklamsia. Dimana penyebab perdarahan abortus, infeksi dan partus lama. Hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis (Saifuddin, 2002).
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam menurunkan Angka Kematian Ibu. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu, dengan diadakannya program Safe Motherhood yang dimulai dari tahun 1997 (Saifuddin, 2002).
Agar persalinan sehat dapat berjalan lancar, diperlukan berbagai persiapan baik sebelum hamil maupun selama kehamilan sehingga ibu dan janin dalam keadaan sehat. Untuk itu sangat diharapkan bidan sebagai tenaga terlatih pada sistem kesehatan nasional salah satunya adalah meningkatkan pengetahuan kesehatan masyarakat.
Salah satu upaya meningkatkan pengetahuan kesehatan masyarakat khususnya ibu hamil adalah dengan diketahuinya tanda-tanda his palsu, seperti rasa nyeri ringan dibagian bawah, datangnya tidak teratur, tidak ada perubahan pada sakit / pembawaan tanda durasinya pendek dan tidak bertambah bila beraktifitas (Manuaba, 1998) sehingga ibu mengetahui waktu yang tepat untuk datang ke tenaga kesehatan.
Berdasarkan hasil prasurvei yang dilakukan di BPS Martha Kota Gajah Lampung Tengah, didapatkan data jumlah ibu hamil yang memeriksa kehamilan dengan usia kehamilan 28-32 minggu sebanyak 23 orang, dan berdasarkan hasil wawancara kepada ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya, penulis berasumsi bahwa 23 ibu hamil dengan usia kehamilan 28-32 minggu belum mengerti tentang his palsu. Dari uraian tersebut,maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pengetahuan ibu hamil tentang his palsu di BPS Martha Kota Gajah Lampung Tengah

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah Penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimanakah Pengetahuan Ibu Hamil Mengenai His Palsu di BPS Martha Kota Gajah Lampung Tengah Tahun 2006?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengetahuan ibu hamil tentang his palsu di BPS Martha Kota Gajah Lampung Tengah.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengetahuan ibu hamil tentang pengertian his palsu di BPS Martha Kota Gajah Lampung Tengah.
b. Untuk mengetahui pengetahuan ibu hamil tentang sifat-sifat his palsu di BPS Martha Kota Gajah Lampung Tengah
c. Untuk mengetahui pengetahuan ibu hamil tentang tanda-tanda his palsu di BPS Martha Kota Gajah Lampung Tengah

D. Ruang Lingkup
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut:
1. Metode penelitian : Studi deskriptif
2. Subjek penelitian : Ibu hamil usia kehamilan 28-32 minggu.
3. Objek penelitian : Pengetahuan ibu hamil tentang his palsu.
4. Lokasi penelitian : Di BPS Martha Kota Gajah Lampung Tengah.
5. Waktu penelitian : 13 – 20 Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi ibu hamil Diharapkan dapat lebih aktif mencari informasi tentang segala hal yang berkaitan dengan kehamilannya baik dari tenaga kesehatan maupun dari media elektronik dan media masa.
2. Bagi Insitusi Pendidikan Bagi Insitusi Pendidikan Poltekes Tanjungkarang Prodi Kebidanan Metro sebagai bahan referensi tentang pengetahuan ibu hamil tentang his palsu dan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi Peneliti Lain Diharapkan dapat menjadi bahan masukkan dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya, Khususnya tentang his palsu serta dapat mengkaji lebih dalam hal yang belum terungkap dalam penelitian ini.

Baca Selengkapnya - Pengetahuan ibu hamil tentang HIS palsu di BPS

Pengetahuan ibu bersalin tentang rawat gabung di ruang kebidanan rumah sakit umum

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Garis – Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999 – 2004 dan Program Pembangunan Nasional (Propenas) mengamanatkan bahwa pembangunan diarahkan pada meningkatnya mutu sumber daya manusia. Modal dasar pembentukan manusia berkualitas dimulai sejak bayi dalam kandungan disertai dengan pemberian air susu ibu sejak usia dini. “Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Indah Sukmaningsih melaporkan, berdasarkan penelitian WHO 1,5 juta bayi di dunia meninggal karena tidak diberi air susu ibu” (www. Glorianet, 2000).
Pentingnya rawat gabung untuk memudahkan pemberian ASI, karena pemberian ASI ekslusif memberi dampak positif, hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian di RSCM yaitu “angka mortalitas bayi pada rawat pisah 0,4%, sedangkan pada rawat gabung 0,05%. Angka morbiditas bayi pada rawat pisah 17,9% sedangkan pada rawat gabung 2,13%. Dan lama perawatan pada rawat pisah 4,7 + 2,6 hari sedangkan pada rawat gabung 2,5 + 1,5 hari”. (FKUI, 1992 : 8).
Rawat gabung merupakan metode perawatan yang merawat bayi baru lahir disamping ibunya, hingga ibu dan bayinya dirawat dalam satu kesatuan. Diharapkan tujuan yang diperoleh dengan cara rawat gabung ini ialah memberi kesempatan kepada ibu mendapat pengalaman cara merawat bayinya sedini mungkin. Menurut ISA (dalam FKUI : 1992, 28) tujuan lain yang diperoleh dari rawat gabung ialah meningkatkan penggunaan ASI dalam rangka meningkatkan pemberian ASI pada bayi “Dengan adanya rawat gabung diharapkan hubungan batin ibu dan bayi yang ditimbulkan oleh kontak kulit paling sensitif 12 jam pertama terjalin, makin dini dan makin lama kontak bayi dan ibu, makin banyaklah produksi air sus09u ibu “ (FKUI, 1992 : 1)
Konvensasi hak – hak anak tahun 1990 antara lain menegaskan bahwa tumbuh kembang secara optimal merupakan salah satu hak anak. Berarti ASI selain merupakan kebutuhan, juga merupakan hak azasi bayi yang harus dipenuhi oleh orang tuanya. “Hal ini telah dipopulerkan pada pekan ASI sedunia tahun 2000 bahwa memberikan ASI adalah merupakan hak azasi ibu, sedangkan mendapatkan ASI juga merupakan hak azasi bayi”. (www.BKKBN, 2000)
Air Susu Ibu (ASI) telah dibuktikan dan diakui sebagai makanan utama bagi bayi baru lahir yang mampu memenuhi kebutuhan zat gizi bagi pertumbuhan bayi hingga usia 4 – 6 bulan, dengan tehnik menyusui yang benar dan jangka waktu lamanya pemberian ASI. “Menurut WHO pemberian selain ASI akan mempunyai resiko 17 kali lebih besar mengalami diare, dan 3 sampai 4 kali lebih besar kemungkinan terkena infeksi Saluran Pernafasan dibandingkan bayi mendapat ASI” (Saifuddin, 2002 : 1).
Menurut WHO pemberian ASI ekslusif diberikan dengan batas usia 0 – 6 bulan (Depkes RI, 2003 : 3). Hal ini didukung dengan adanya Undang – Undang RI No. 25 tahun 2000 tentang tingkat pencapaian pemberian ASI Ekslusif ibu kepada bayinya harus mencapai 80% (Saifuddin, 2003 : 3). “Menurut SDKI 1997 di Indonesia menunjukkan sebanyak 8,3% bayi baru lahir mendapat air susu ibu dalam 1 jam setelah lahir dan 53% bayi mendapat air susu ibu pada hari pertama” (www.BKKBN, 2000). “Pada Propinsi Lampung pemberian ASI ekslusif pada bayi 0 – 4 bulan adalah 24,2 – 32% (Profil Kesehatan Lampung, 2003).
Dari data prasurvey yang diperoleh di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro, ibu yang melahirkan normal pada bulan Maret 2004 sebanyak 19 orang, yang semuanya dilakukan rawat gabung, 3 diantara 5 orang ibu yang bersalin tidak segera memberikan ASI dengan alasan ASI belum keluar, dan sebagian ibu belum mengerti manfaat kontak kulit sedini mungkin.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimanakah pengetahuan ibu bersalin tentang rawat gabung di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro ?

C. Ruang Lingkup
Dalam rangka penelitian ini ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subjek Penelitian : Ibu bersalin yang dilakukan rawat gabung di
Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.
3. Objek Penelitian : Pengetahuan ibu bersalin tentang Rawat Gabung.
4. Lokasi Penelitian : Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Ahmad
Yani Metro.
5. Waktu Penelitian : Tanggal 4 Mei 2004 sampai dengan 30 Mei 2004

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran tentang pengetahuan ibu bersalin tentang rawat gabung di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu bersalin pada tingkat tahu tentang rawat gabung di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu bersalin pada tingkat memahami tentang rawat gabung di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.
c. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu bersalin pada tingkat aplikasi tentang rawat gabung di Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.

E. Manfaat Penelitian
Pada penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Untuk Dilahan Praktek Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Ahmad Yani Metro.
Sebagai masukan bagi rumah sakit khususnya kepada kepala Rumah Sakit agar meningkatkan fungsi rawat gabung dalam upaya gerakan sayang ibu dan bayi sehingga pemberian ASI sedini mungkin dapat ditingkatkan.
2. Untuk Petugas Kesehatan
Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan peran petugas kesehatan dalam memberikan informasi tentang rawat gabung sehingga ibu bersalin dapat mengerti dan memahami serta menyadari pentingnya menyusui sedini mungkin dan pentingnya kontak kulit sedini mungkin.

Baca Selengkapnya - Pengetahuan ibu bersalin tentang rawat gabung di ruang kebidanan rumah sakit umum

Pengetahuan ibu balita tentang status gizi pada balita di kelurahan

iklan
BAB I

PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG

Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekurangan gizi dapat merusak kualitas SDM.

Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi. Kejadian kekurangan gizi sering terlupakan dari penglihatan atau pengawasan biasa, akan tetapi secara perlahan berdampak pada tinginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, serta rendahnya harapan hidup (Depkes RI, 2004).

Angka kematian balita (AKABA) adalah jumlah kematian anak umur 0 - <>

Baca Selengkapnya - Pengetahuan ibu balita tentang status gizi pada balita di kelurahan

Pengetahuan dan sikap siswa SMU tentang seksualitas pada remaja di SMU

iklan
BAB I

PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Masalah

Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Suatu tahap perkembangan sudah dimulai, namun yang pasti setiap laki-laki maupun perempuan akan mengalami suatu perubahan baik fisik, emosional maupun sosial. Secara psikis perubahan-perubahan yang terjadi pada remaja adalah munculnya dorongan-dorongan seks, perasaan yang terjadi pada remaja menimbulkan berbagai bentuk ekspresi hubungan seks (Pangkahila, 1998 : 5). Sudut pandang kesehatan masalah yang sangat mengkhawatirkan pada kelompok usia remaja adalah masalah yang berkaitan dengan seks bebas (unprotected sexuality), penyebaran penyakit menular seksual (PMS), kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak diinginkan dari kalangan remaja (adolocent unwanted pregnancy), dan aborsi yang tidak aman. (Laksmiwati, 1999 : 1)

Diperkirakan dewasa ini ada kira-kira 1,4 milyar penduduk berusia remaja di seluruh dunia. Total jumlah penduduk dunia + 6 milyar, sekitar 20% terdiri dari remaja yang berusia 10 – 19 tahun dan 30% terdiri dari remaja yang berusia 10-24 tahun. Di negara-negara berkembang, kematian ibu usia remaja (<>

Baca Selengkapnya - Pengetahuan dan sikap siswa SMU tentang seksualitas pada remaja di SMU

Pengetahuan dukun terlatih tentang tiga bersih dalam pertolongan persalinan di desa

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Menurut Prawirohardjo (2002) “Persalinan dan kelahiran yang normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin”. Selama persalinan petugas kesehatan memberikan asuhan persalinan yang bertujuan untuk mencapai pertolongan persalinan yang bersih dan aman, dengan memperhatikan aspek sayang ibu dan bayi.
Pertolongan persalinan yang bersih dan aman ini berupa tindakan tiga bersih dalam persalinan. Tindakan tiga bersih dalam persalinan merupakan suatu tindakan dalam persalinan yang harus memenuhi kriteria bersih tempat melahirkan, bersih alat pemotong tali pusat dan bersih tangan penolong. Tindakan tiga bersih dalam persalinan sangat berperan penting dalam pertolongan persalinan sebagai upaya pencegahan infeksi, yang mana sangat berpengaruh dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir (Dep.Kes RI, 2004).
Tiga bersih ini harus diterapkan secara rutin pada saat menolong persalinan dan kelahiran yang bertujuan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan dan tenaga kesehatan lainnya dengan jalan menghindarkan transmisi penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan jamur (Dep.Kes RI, 2004). Persalinan yang tidak menggunakan prinsip 3 bersih akan menimbulkan berbagai dampak. Dampak yang paling utama akan dialami oleh ibu dan bayi baru lahir yang berupa infeksi post partum dan infeksi tali pusat pada bayi baru lahir (Manuaba, 1998). Kemudian dampak lain yang akan dialami oleh penolong persalinan, keluarga dan staf kesehatan lainnya, yang kemungkinan akan mengalami resiko terinfeksi penyakit-penyakit menular (Dep.Kes RI, 2004).
Berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003 angka kematian ibu dan bayi masih tinggi yaitu angka kematian ibu sebesar 307/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 35/1000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia, 2003).
Angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi yang masih tinggi ini berkaitan dengan pertolongan persalinan oleh dukun yaitu sebanyak 80%, yang rata-rata masih didominasi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Pertolongan persalinan oleh dukun ini tidak sedikit yang menimbulkan berbagai masalah. Hal ini disebabkan karena mereka bekerja tidak berdasarkan ilmiah, maka mereka tidak mengenal tindakan antiseptik dan tindakan yang patologis (Martaadisoebrata, 1982). Sehingga tindakan pencegahan infeksi dengan tiga bersih masih banyak tidak dilakukan oleh para dukun.
Profil Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah (2005) sekitar 33,07% persalinan ditolong oleh dukun baik terlatih maupun tidak terlatih dan dari 33,07% persalinan oleh dukun ini sekitar 6,25% ibu yang mengalami infeksi post partum dan 20% bayi baru lahir terinfeksi tali pusatnya. Fakta lain terjadi terutama di daerah pedesaan yaitu yang dialami di desa Bumi Nabung sekitar 37,5% ibu mengalami infeksi post partum dan 18,7% bayi baru lahir mengalami infeksi tali pusat dari 32,6% ibu bersalin yang ditolong oleh dukun (Arsip Laporan Puskesmas Bumi Nabung Utara, tahun 2006).
Penyebab tidak dilakukan tiga bersih dalam persalinan oleh dukun dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor sosial budaya berupa pengetahuan dukun yang kurang (ketidaktahuan dukun tentang tiga bersih) ini disebabkan karena sifat dukun yang turun temurun, sehingga dukun kurang menghiraukan cara pertolongan persalinan, yang bersih dan aman, faktor kedua yaitu faktor pelayanan medik yang meliputi kurangnya kemudahan untuk pelayanan kesehatan maternal, asuhan medik yang kurang baik, dan kurangnya tenaga terlatih dan obat-obat penyelamat jiwa. Kedua faktor penyebab tersebut yang mengakibatkan upaya pencegahan infeksi sulit diterapkan, sehingga angka kematian dan kesakitan ibu dan bayi masih tinggi (Prawirohardjo, 2002).
Menurut hasil prasurvey di Desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Lampung Tengah terdapat 4 dukun bayi yang masih aktif menolong persalinan dari 20 dukun bayi terlatih yang ada di 6 desa di wilayah kerja Puskesmas Bumi Nabung, kemudian di desa Bumi Nabung Utara tidak terdapat bidan, hanya ada Puskesmas pembantu dengan satu tenaga paramedis. Mengingat peran dukun bayi yang cukup besar di desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Lampung Tengah, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pengetahuan dukun terlatih tentang tiga bersih dalam pertolongan persalinan di Desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Lampung Tengah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : “Bagaimana pengetahuan dukun terlatih tentang tiga bersih dalam pertolongan persalinan di desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Lampung Tengah “?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : deskriptif
2. Subjek Penelitian : dukun bayi yang sudah terlatih di desa Bumi Nabung
3. Objek Penelitian : pengetahuan dukun terlatih tentang tiga bersih dalam pertolongan persalinan
4. Lokasi Penelitian : desa Bumi Nabung Utara, Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampung Tengah
5. Waktu Penelitian : tanggal 7-14 Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengetahuan dukun terlatih tentang tiga bersih dalam pertolongan persalinan di desa Bumi Nabung Utara Kecamatan Bumi Nabung Lampung Tengah.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya pengetahuan dukun tentang bersih tempat dalam pertolongan persalinan.
b. Diketahuinya pengetahuan dukun tentang bersih alat dalam pertolongan persalinan
c. Diketahuinya pengetahuan dukun tentang bersih penolong dalam pertolongan persalinan.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Dukun
Agar dukun bayi mengetahui pentingnya tiga bersih dalam setiap pertolongan persalinan.
2. Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar memperbaiki dan mengembangkan kualitas pelayanan pertolongan persalinan yang dilakukan oleh dukun.
3. Bagi Institusi
Sebagai sumber bacaan dan referensi bagi perpustakaan di instansi pendidikan.

Baca Selengkapnya - Pengetahuan dukun terlatih tentang tiga bersih dalam pertolongan persalinan di desa

Pengetahuan dan sikap siswa kelas 1 SMP tentang pubertas di SMP

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Data demografi menunjukkan bahwa remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut WHO (1995) sekitar seperlima dari penduduk dunia adalah remaja berumur 10-19 tahun. Sekitar 900 juta berada di negara sedang berkembang. Data demografi di Amerika Serikat (1990) menunjukkan jumlah remaja berumur 10-19 tahun sekitar 15% populasi. Di Asia Pasifik dimana penduduknya merupakan 60% dari penduduk dunia, seperlimanya adalah remaja umur 10-19 tahun. Di Indonesia menurut Biro Pusat Statistik (1999) kelompok umur 10-19 tahun adalah sekitar 22%, yang terdiri dari 50,9% remaja laki-laki dan 49,1% remaja perempuan (dikutip dari Nancy P, 2002) (Soetjiningsih, 2004 : 1).
Seringkali dalam pembahasan soal remaja digunakan istilah pubertas. Istilah pubertas digunakan untuk menyatakan perubahan biologis yang meliputi morfologi dan fisiologi yang terjadi dengan pesat dari masa anak-anak ke masa dewasa, terutama kapasitas reproduksi yaitu perubahan alat kelamin dari tahap anak ke dewasa.
Pertumbuhan yang terjadi pada masa pubertas sekitar 20% dari tinggi akhir, rata-rata keseluruhannya 23-28 cm pada remaja perempuan dan 26-28 cm pada remaja laki-laki. Rata-rata pacu tumbuh terjadi selama 24-36 bulan. Puncak kecepatan tinggi badan (PHV) pada remaja perempuan terjadi 18-24 bulan lebih cepat dari pada remaja laki-laki (Soetjiningsih, 2004 : 5).
Pubertas terlambat (delayed puberty) pada perempuan didefinisikan tidak membesarnya payudara sampai umur 13 tahun, tidak adanya menstruasi sampai umur 15 tahun. Pada laki-laki pubertas terlambat adalah bila panjang testis tidak mencapai 2,5 cm atau volume testis tidak mencapai 4 ml sampai umur 14 tahun. Secara statistik pubertas yang mengalami keterlambatan sebanyak 2,5 dari normal populasi remaja pada kedua kelamin (Soetjiningsih, 2004 : 67).
Keterlambatan pubertas pada remaja sangat mempengaruhi secara psikososial. Pengaruh tersebut antara lain: Gejala tekanan emosional seperti mudah marah dan depresi, gangguan psikomotor seperti sakit perut, menjauhi teman-teman sebayanya, penampilan bersekolah yang kurang, peningkatan absen sekolah penurunan aktivitas olah raga, perkataan dan pendidikan yang tidak adekuat, peningkatan ketergantungan.
Kurangnya pemahaman tentang perilaku seksual pada masa remaja amat merugikan bagi remaja sendiri termasuk keluarga, sebab pada masa ini remaja mengalami perkembangan yang penting yaitu kognitif, emosi, sosial dan seksual. Perkembangan ini akan berlangsung mulai sekitar 12 tahun sampai 20 tahun. Kurangnya pemahaman ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: adat istiadat, budaya, agama dan kurangnya informasi dari sumber yang benar. Kurangnya pemahaman ini akan mengakibatkan berbagai dampak yang justru amat merugikan kelompok remaja dan keluarganya. Dilaporkan bahwa 80% laki-laki dan 70% perempuan melakukan hubungan seksual selama masa pubertas dan 20% dari mereka mempunyai empat atau lebih pasangan. Ada sekitar 53% perempuan berumur antara 15-19 tahun melakukan hubungan seksual pada masa remaja, sedangkan jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual sebanyak dua kali lipat dari pada perempuan (Soetjiningsih, 2004 : 133).
Berdasarkan uraian diatas didapat bahwa tingkat pengetahuan mengenai perubahan pada masa pubertas sangat mempengaruhi sikap dan pola perilaku remaja. Oleh karena itu peneliti merasa perlu melakukan penelitian tentang hal tersebut. Hal ini penting karena dengan mengetahui sejauh mana perubahan yang sering terjadi dalam diri remaja maka remaja akan mengambil sikap yang benar dalam menghadapi hal tersebut. Peneliti ingin mengetahui tingkat pengetahuan remaja mengenai perubahan masa pubertas yang dialami oleh remaja itu sendiri.
SMP Padjajara¬¬n Bandar Lampung adalah salah satu sekolah di Bandar Lampung dari studi pendahuluan yang penulis lakukan di SMP tersebut diatas melalui wawancara langsung dengan siswa-siswi kelas 1 tanggal 22 Maret 2007 sebanyak 11 orang, diperoleh bahwa belum pernah ada penyuluhan atau informasi tentang pubertas remaja. Dengan banyaknya jumlah remaja yang sedang masa pubertas dan kompleksitas permasalahan yang akan dihadapi remaja, maka penulis perlu mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap para siswa-siswi SMP Padjajaran Bandar Lampung kelas 1 khususnya tentang pubertas.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan diatas, maka penulis merumuskan masalah yaitu “Bagaimanakah tingkat pengetahuan dan sikap siswa-siswi kelas 1 tentang pubertas?”.

C. Ruang Lingkup Penelitian
Penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Studi Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Siswa kelas 1 SMP
3. Objek Penelitian : Pengetahuan dan sikap siswa kelas 1 tentang
pubertas
4. Lokasi Penelitian : SMP Padjajaran Bandar Lampung
5. Waktu Penelitian : Mei - Juni 2007

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperoleh tingkat pengetahuan dan sikap siswa SMP kelas 1 tentang pubertas.
2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh pengetahuan siswa / siswi tentang pubertas di SMP Padjajaran Bandar Lampung.
b. Memperoleh pengetahuan siswa / siswi tentang ciri-ciri pubertas.
c. Memperoleh pengetahuan siswa / siswi tentang perubahan fisik yang terjadi pada saat pubertas.
d. Memperoleh pengetahuan siswa /siswi tentang bahaya pada masa puber.
e. Memperoleh sikap siswa / siswa tentang pubertas di SMP Padjajaran Bandar Lampung.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi :
1. Instansi Tempat Penelitian
Sebagai masukan informasi bagi pihak sekolah tentang keadaan remaja awal saat ini sehingga pihak sekolah dapat mencari solusi dalam membantu menyelesaikan masalah yang siswa kelas 1 hadapi dan dapat membantu dalam mempersiapkan masa pubertasnya.
2. Bagi Siswa-Siswi
Penulis berharap bahwa penelitian ini akan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi siswa yang sudah memasuki masa pubertas. Dengan adanya penyuluhan tentang pubertas disekolah, mudah-mudahan mereka memahami dan mengetahui masalah-masalah yang berhubungan dengan pubertas, agar mereka tidak terjerumus kearah negatif.
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya yang akan melakukan penelitian yang lebih mendalam tentang pubertas.

Baca Selengkapnya - Pengetahuan dan sikap siswa kelas 1 SMP tentang pubertas di SMP

Pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi di bawah umur 6 bulan di desa

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak balita adalah masa anak dibawah lima tahun atau berumur 12 – 60 bulan (Dep.Kes, 2005). Pada saat memasuki usia balita terjadi pertumbuhan cepat terutama pada pertumbuhan otak yang dapat mencapai 80% dari total pertumbuhan. Status gizi yang buruk pada balita dapat menimbulkan pengaruh yang sangat menghambat pertumbuhan fisik, mental, maupun kemampuan berfikir yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. Keadaan ini memberikan petunjuk bahwa pada hakikatnya gizi yang buruk atau kurang akan berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia (www.google. com). Menurut data Biro Pusat Statistik (BPS) 2003, dari sekitar 5 juta anak balita (27,5%) yang kekurangan gizi, lebih kurang 3,6 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang, 1,5 juta anak (8,3%) gizi buruk. (Dep.Kes, 2004).
Ibu adalah pelindung, pengasuh, dan pendidik bayi. Bila ibu mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang baik dibidang kesehatan, maka bayi yang diasuhnya bisa lebih terjamin pertumbuhan dan perkembangannya sebaliknya bila ibu kurang mempunyai pengetahuan dan keterampilan dibidang kesehatan maka perlakuan mereka kepada bayinya akan jauh dari perilaku sehat, akibatnya bayi dapat mengalami gangguan kesehatan. Bayi sering menderita penyakit infeksi yang menguras zat gizi akibatnya status gizi bayi menjadi buruk, gizi yang buruk membuat daya tahan tubuh lemah sehingga bayi mudah terkena infeksi, oleh karena itu pengetahuan kesehatan bagi ibu sangatlah penting dan memilih makanan yang sehat bagi bayi merupakan kunci baik tidaknya status gizi bayi (pudjiadi, 1997).
Menurut Almatsier (2001) status gizi bayi merupakan hasil dari keseimbangan antara asupan gizi dengan kebutuhan gizi. Dilihat dari kebutuhan gizi, kematangan fisiologis, dan keamanan imunologis, pemberian makanan selain Air Susu Ibu (ASI) sebelum bayi berusia 4 bulan adalah tidak perlu dan juga dapat membahayakan. Kerugian dan resiko apabila makanan pelengkap diberikan terlalu dini dapat mengganggu perilaku dalam pemberian makanan bayi, pengurangan produksi ASI, penurunan absorpsi besi dari ASI, meningkatnya resiko infeksi dan alergi pada bayi, dan meningkat pula resiko terjadinya kehamilan baru. Di samping itu juga dapat terjadi pula resiko terhadap defisit air yang akan menyebabkan hiperosmolaritas dan hipernatremia, yang pada kasus-kasus ekstrim dapat menyebabkan terjadinya letargi, kejang-kejang, dan bahkan kerusakan yang menetap pada otak (Akre, 1994).
Bayi yang tidak mendapatkan ASI kemungkinan akan mengalami gangguan pertumbuhan yang dimulai ketika bayi berusia 2–3 bulan, yang merupakan manifestasi gangguan gizi bayi. Gangguan gizi bayi merupakan faktor signifikan terhadap kematian bayi (WHO, 1996). Bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif, mortalitas dan morbiditasnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan bayi yang mendapat susu formula. Menurut laporan WHO (2000) pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama terbukti menurunkan angka kematian 1,5 juta bayi pertahun (www. google.com, 2002), sedangkan angka kesakitan untuk bayi yang tidak diberi ASI eksklusif penyakit yang sering timbul adalah diare, berdasarkan penelitian Dewey (1995) bayi 0-6 bulan yang diberi ASI eksklusif rata-rata kemungkinan menderita diare 0,19% dan yang tidak diberi ASI eksklusif menderita diare 0,43%. (Irawan, 1995).
Makanan perdamping ASI yang diberikan mulai usia 6 – 24 bulan merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pemberian makanan pendamping ASI yang cukup dalam kualitas dan kuantitas penting untuk pertumbuhan otak dan perkembangan kecerdasan bayi, namun pada kenyataanya sering terjadi permasalahan yang sering terjadi diantaranya adalah pemberian makanan pendamping ASI terlalu dini atau terlambat, makanan pendamping ASI yang diberikan tidak sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata, dan frekuensi pemberian yang kurang (Dep.Kes, 1992).
Cara memasak, menyimpan, dan memberikan makanan tambahan yang tidak menghiraukan kebersihan lebih mudah menyebabkan Gastroenteritis pada bayi yang berakibat terhadap gangguan pertumbuhannya dan pemberian makanan tambahan terlalu dini dengan sendirinya mengurangi waktu untuk menyusui (Pudjiadi, 1997). Kebiasaan di desa Muara Gading Mas untuk memberi makanan tambahan pada bulan pertama setelah bayi dilahirkan berupa nasi yang dikunyah terlebih dahulu oleh ibunya, campuran bubur beras dengan pisang yang diuleg, madu, dan sebagainya.
Berdasarkan profil kesehatan propinsi Lampung pada tahun 2003, jumlah pencapaian target pemberian ASI eksklusif adalah 19,7 % dan pada tahun 2004 sebesar 34,53 % (Dinkes. Prop. Lampung,2004).Target nasional pencapaian pemberian ASI eksklusif sebesar 95 % dan target pencapaian pemberian ASI eksklusif di Lampung Timur sebesar 80 %.
Menurut data Dinas Kesehatan Lampung Timur cakupan ASI eksklusif tahun 2005 sebesar 37,15 % yang masih jauh dibawah target, sedangkan di Puskesmas Labuhan Maringgai terdapat 1370 bayi, dari jumlah tersebut jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif berjumlah 277 bayi (20,22%). Hasil laporan Puskesmas di Desa Muara Gading Mas terdapat 200 bayi, dan dari jumlah tersebut bayi yang berada dibawah umur 6 bulan berjumlah 70 bayi (35%) yang telah diberikan makanan tambahan (Data Laporan Bidan ). Hal ini menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya ASI eksklusif masih rendah yang disebabkan perilaku dan budaya pemberian makanan pendamping ASI secara dini oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk meneliti pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi dibawah umur 6 bulan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi dibawah umur 6 bulan di Desa Muara Gading Mas Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi dibawah umur 6 bulan di Desa Muara Gading Mas.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu tentang pengertian makanan tambahan di Desa Muara Gading Mas.
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu tentang tujuan pemberian makanan tambahan di Desa Muara Gading Mas.
c. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu tentang resiko pemberian makanan tambahan yang terlalu dini di Desa Muara Gading Mas.
d. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan di Desa Muara Gading Mas.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Di dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Subyek Penelitian : Ibu-ibu yang mempunyai bayi dibawah umur 6 bulan.
3. Obyek Penelitan : Pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi di bawah umur 6 bulan.
4. Tempat Penelitian : Desa Muara Gading Mas Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur.
5. Waktu penelitian : 10 Mei –13 Mei 2006

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Program Studi Kebidanan Metro
Sebagai bahan referensi tentang pemberian makanan tambahan pada bayi dan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
2. Bagi Puskesmas Labuhan Maringgai
Diharapkan bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi tenaga kesehatan yang ada sebagai masukan dalam program kerja Puskesmas mengenai pemberian makanan tambahan pada bayi.
3. Bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan pemberian makanan tambahan pada bayi tetapi yang belum diteliti.

Baca Selengkapnya - Pengetahuan ibu tentang pemberian makanan tambahan pada bayi di bawah umur 6 bulan di desa

Pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi hepatitis B1 segera setelah lahir di rumah bersalin

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal mungkin. Hal ini mengingat derajat kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas guna menghadapi tantangan masa yang akan datang.( Dinkes Prop. Lampung, 2001)
Pelayanan kebidanan yang berfokus pada pelayanan kuratif dan rehabilitatif secara berangsur – angsur dialihkan ke pelayanan promotif dan preventif. Pandangan ini sejalan dengan perubahan paradigma bidang kesehatan yaitu dari paradigma sakit menjadi paradigma sehat. Pergeseran fokus pelayanan dan perubahan paradigma kesehatan tersebut mengisyaratkan pentingnya melaksanakan upaya promotif dan preventif diberbagai tingkatan, termasuk di tingkat lapisan masyarakat, serta menurunkan angka kematian dan angka kesakitan bayi. (Dinkes Prop. Lampung, 2001)
Salah satu usaha preventif yang berkaitan dengan kelangsungan hidup bayi adalah imunisasi, bayi yang baru lahir mempunyai kekebalan alami yang diterima dari ibunya saat masih dalam kandungan. Kekebalan ini didapat melalui placenta (ari- ari) dan akan habis kira-kira setelah bayi berumur 6 bulan. Pada usia ini, seorang anak menjadi sasaran yang mudah dijangkiti penyakit. Untuk mencegahnya imunisasi harus diberikan sedini mungkin (Depkes RI, 1990). Imunisasi yang diberikan sedini mungkin setelah bayi lahir adalah imunisasi Hepatitis B1. Imunisasi Hepatitis B diberikan untuk mencegah penyakit Hepatitis B yang merupakan penyakit hati kronis. Imunisasi Hepatitis B merupakan 3 dari minimal 8 suntikan yang harus diterima oleh bayi. Efektifitas imunisasi Hepatitis B akan tinggi bila suntikan Hepatitis B diberikan pada usia dini ( Depkes RI, 2002 ).
Indonesia adalah negara dengan tingkat endemik penyakit Hepatitis B menengah sampai dengan tinggi, prevalensi pengidap penyakit Hepatitis B di Indonesia sebanyak 2,5 - 25 %. Prevalensi penyakit Hepatitis B pada kalangan wanita hamil sebanyak 3,6 – 8,7 %, dan prevalensi penyakit Hepatitis B pada kalangan anak-anak di bawah usia 4 tahun adalah sebesar 6,2 % ( Ditjen PPm & PL Depkes RI ). Sebesar 50 % dari ibu hamil pengidap Hepatitis B akan menularkan penyakit tersebut kepada bayinya. Data epidemiologi menyatakan sebagian kasus yang terjadi pada penderita Hepatitis B ( 10 % ) akan menjurus kepada kronis dan dari kasus yang kronis ini 20 %-nya menjadi hepatoma, dan kemungkinan akan kronisitas akan lebih banyak terjadi pada anak-anak balita oleh karena respon imun pada mereka belum sepenuhnya berkembang sempurna ( www.imunisasi.htm)
Persentase cakupan imunisasi Hepatitis B1 di Indonesia yang diberikan pada bayi dengan usia kurang dari 7 hari pada tahun 2000 sebesar 3 % dan mengalami peningkatan pada tahun 2002 menjadi 10 %, sedangkan cakupan imunisasi Hepatitis B yang diberikan pada bayi dengan usia lebih dari 7 hari pada tahun 2000 sebesar 90% mengalami penurunan pada tahun 2002 menjadi 50 %. Cakupan imunisasi Hepatitis B1 secara keseluruhan mengalami penurunan dari tahun 2000 sebesar 93 % menjadi 60 % pada tahun 2002.
Cakupan imunisasi Hepatitis B1 di Lampung Timur yang diberikan pada bayi dengan usia 0-7 hari masih sangat rendah yaitu hanya 3.074 bayi dari 22.327 bayi keseluruhan ( 13,8 % ) dan cakupan imunisasi Hepatitis B1 yang diberikan pada bayi dengan usia lebih dari 7 hari sebanyak 13.326 bayi ( 59,7 % ) dari 22.327 jumlah bayi, dari total jumlah imunisasi Hepatitis B1 usia 0 - 7 hari dan lebih dari 7 hari didapat 5927 bayi tidak diimunisasi Hepatitis B1.

Gambar 1. Diagram Cakupan Imunisasi Hepatitis B di Kabupaten Lampung Timur
Sumber : Hasil imunisasi Kabupaten Lampung Timur Januari – Desember 2005 Dinas Kesehatan Lampung Timur
Rendahnya angka cakupan imunisasi Hepatitis B1 yang diberikan kurang dari 7 hari pada bayi itu disebabkan karena sebagian masyarakat tidak atau belum tahu manfaat imunisasi Hepatitis B1 sebaiknya diberikan segera setelah lahir. Mereka merasa takut dan kasihan bayi mereka diberi imunisasi pada waktu dini dan berpendapat bayi akan sehat tanpa imunisasi dini ( Ditjen PPm & PL Depkes RI ).
Jumlah persalinan di Rumah Bersalin Do'a Ibu pada bulan Januari – Desember 2005 sebanyak 181 orang dan tidak ada satupun bayi yang mendapat imunisasi Hepatitis B1 dibawah usia 7 hari. Dari data tersebut penulis tertarik untuk mengambil judul tentang " Pengetahuan Ibu Tentang Pemberian Imunisasi Hepatitis B1 Segera Setelah Lahir di Rumah Bersalin Do'a Ibu Purbolinggo."

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka penulis merumuskan "Bagaimana gambaran pengetahuan ibu tentang imunisasi Hepatitis B1 segera setelah lahir di Rumah Bersalin Do'a Ibu Purbolinggo ? "

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diperolehnya gambaran tentang pengetahuan Ibu tentang pemberian imunisasi Hepatitis B1 segera setelah lahir di Rumah Bersalin Do'a Ibu Purbolinggo Lampung Timur.
2. Tujuan Khusus
a. Diperolehnya gambaran pengetahuan ibu tentang pengertian imunisasi Hepatitis B1.
b. Diperolehnya gambaran pengetahuan ibu tentang tujuan imunisasi Hepatitis B1.
c. Diperolehnya gambaran pengetahuan ibu tentang manfaat imunisasi Hepatitis B1.
d. Diperolehnya gambaran pengetahuan ibu tentang waktu yang tepat imunisasi Hepatitis B1.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang Pengetahuan Ibu tentang Pemberian Imunisasi Hepatitis B1 Segera Setelah Lahir di Rumah Bersalin Do'a Ibu adalah sebagai berikut :
1. Sifat penelitian : Deskriptif
2. Subyek penelitian : Ibu – ibu yang melahirkan di Rumah Bersalin Do'a Ibu pada bulan Februari – April 2006
3. Objek penelitian : Pengetahuan Ibu tentang pemberian imunisasi Hepatitis B1 segera setelah lahir di Rumah Bersalin Do'a Ibu.
4. Lokasi penelitian : Rumah Bersalin Do'a ibu Purbolinggo
5. Waktu penelitian : Setelah seminar proposal

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Untuk ibu
Dengan penelitian ini dapat menambah pengetahuan ibu tentang manfaat diberikannya imunisasi Hepatitis B dan tahu kapan waktu yang tepat dan baik diberikannya imunisasi Hepatitis B1
2. Untuk Institusi Pendidikan
Untuk dapat dijadikan acuan (referensi) bagi penelitian lebih lanjut sekaligus sebagai bahan atau sumber bacaan diperpustakaan institusi pendidikan tentang imunisasi Hepatitis B1
3. Untuk Rumah Bersalin Do'a Ibu
Sebagai bahan masukan untuk bidan agar dapat memotivasi masyarakat utuk menbawa bayinya ke posyandu atau tempat kesehatan lainnya untuk diimunisasi Hepatitis B1 sebelum usia bayi 7 hari.

Baca Selengkapnya - Pengetahuan ibu tentang pemberian imunisasi hepatitis B1 segera setelah lahir di rumah bersalin

Pengetahuan ibu tentang imunisasi hepatitis B di posyandu kampung … wilayah kerja puskesmas

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.
Penyakit Hepatitis B merupakan penyakit kronis yang menyerang hati dan merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. (Depkes RI, 1992:1).
Resiko penyakit kronis pada penderita Hepatitis B jauh lebih besar bila infeksi terjadi mulai dari awal kehidupan dibandingkan dengan infeksi terjadi pada usia dewasa. Infeksi penyakit Hepatitis B pada masa bayi mempunyai resiko untuk menjadi kronis sekitar 90% dan sebanyak 25%-30% diantaranya akan berkembang menjadi serosis hepatis atau primer carcinoma hepatocelluler.(Depkes RI, 2002:1).
Diperkirakan terdapat 1-2 juta penderita meninggal setiap tahun di dunia sebagai akibat kanker hati primer, sedangkan di Indonesia diperkirakan terdapat lebih dari 10 juta pengidap penyakit Hepatitis B. ( Depkes RI, 2001:1).
Pada penyakit infeksi Hepatitis B terutama dalam bentuknya yang kronik, belum ada pengobatan yang memuaskan. Oleh karena itu sebaiknya perhatian difokuskan kepada usaha pencegahan sedini mungkin.
Hal-hal tersebut yang memacu pemerintah untuk segera mengintegrasikan imunisasi Hepatitis B ke dalam program imunisasi rutin secara nasional sesuai dengan acuan WHO. Imunisasi Hepatitis B merupakan 3 dari minimal 8 suntikan yang harus diterima oleh bayi. Efektivitas imunisasi Hepatitis B akan tinggi bila suntikan Hepatitis B diberikan pada usia dini. (Depkes RI, 2002:1).
Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Propinsi Lampung tahun 2003, bahwa pencapaian imunisasi Hepatitis B.I tahun 2003 hanya 74% sedangkan target yang diharapkan adalah 80%. (Buletin Epidemiologi, Dinas Kesehatan Propinsi Lampung, Januari 2004:5).
Di Kabupaten Lampung Tengah pencapaian imunisasi Hepatitis B.I tahun 2003 hanya mencapai 63%, begitu pula di Kampung Terbanggi Subing Lampung Tengah tahun 2003 hanya mencapai.64,6% sedangkan target yang diharapkan adalah 80% (Laporan Tahunan Imunisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah, 2003).
Berdasarkan survei pendahuluan yang penulis lakukan secara wawancara langsung terhadap beberapa ibu yang mempunyai bayi di kampung tersebut menyatakan belum mengerti tentang pentingnya imunisasi Hepatitis B. Selain itu banyak faktor yang berhubungan dengan imunisasi Hepatitis B antara lain tersedianya sarana, tenaga, dana, jangkauan pelayanan, penyuluhan, pengetahuan masyarakat, sosial budaya dan sebagainya. Dari faktor- faktor yang berhubungan dengan pencapaian iumunisasi Hepatitis B tersebut, maka penulis ingin meneliti pengetahuan ibu tentang imunisasi Hepatitis B di Kampung Terbanggi Subing wilayah kerja Puskesmas Terbanggi Subing Kabupaten Lampung Tengah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dalam peneleitian ini adalah bagaimana pengetahuan ibu tentang imunisasi Hepatitis B di posyandu Kampung Terbanggi Subing Kabupaten Lampung Tengah.

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang imunisasi Hepatitis B yang berkunjung di Posyandu Kampung Terbanggi Subing wilayah kerja Puskesmas Terbanggi Subing.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Yang menjadi ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Subyek penelitian : Ibu yang mempunyai bayi 0 – 11 bulan
2. Obyek penelitian : Pengetahuan tentang imunisasi Hepatitis B
3. Lokasi penelitian : Seluruh Posyandu di Kampung Terbanggi Subing Kabupaten Lampung Tengah.
4. Waktu penelitian : Tanggal 13, 17, 18, 22,23 dan 25 Mei 2004.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Terbanggi Subing yaitu sebagai bahan evaluasi agar mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya meningkatkan cakupan imunisasi Hepatitis B.
2. Bagi Institusi Pendidikan, untuk melengkapi sumber bacaan di perpustakaan terutama mengenai pengetahuan ibu tentang imunisasi Hepatitis B.
3. Bagi penulis, sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah serta mengamalkan secara nyata dalam bentuk karya tulis.
4. Bagi peneliti lain, sebagai bahan referensi untuk penelitian yang sejenis selanjutnya.

Baca Selengkapnya - Pengetahuan ibu tentang imunisasi hepatitis B di posyandu kampung … wilayah kerja puskesmas

Pengetahuan ibu yang mengalami Abortus Incompletus di Rumah Sakit Umu

iklan
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25 – 50% kematian wanita usia subur disebabkan hal yang berkaitan dengan kehamilan. World Health Organisation (WHO) memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahun meninggal saat hamil atau bersalin (Saifudin, 2001 : 3). Saat ini angka kematian maternal dan neonatal di Indonesia masih tinggi yaitu 334 per 100.000 kelahiran hidup dan 21,8 per 1000 kelahiran hidup (Saifudin, 2002 : xii).
Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah : perdarahan 30 – 35%, infeksi 20 – 25% dan gestosis 15 – 17% (Manuaba, 1998 : 19). Kedalam perdarahan dan infeksi sebagai penyebab kematian, sebenarnya tercakup pula kematian akibat abortus terinfeksi dan partus lama. Hanya sekitar 5% kematian ibu disebabkan oleh penyakit yang memburuk akibat kehamilan, misalnya penyakit jantung dan infeksi yang kronis (Saifudin, 2001 : 6).
Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10 – 15%. Penelitian terhadap kematian ibu memperlihatkan bahwa penderita abortus meninggal dunia akibat komplikasi yang ditimbulkannya yaitu : perdarahan, perforasi, infeksi dan syok. Perdarahan pada Abortus Incompletus dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan terhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan (Wiknjosastro, 1999 : 307). Faktor penyebab terjadinya Abortus Incompletus adalah : kelainan pertumbuahan hasil konsepsi, kelainan pada placenta, penyakit ibu, dan kelainan traktus genitalis (Wiknjosastro, 1999 : 303).
Berdasarkan hasil prasurvey di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Jendral Ahmad Yani Metro, Abortus Incompletus merupakan 10 besar dari kasus kebidanan. Pada bulan Maret, jumlah kasus antepartum hemoragik sebanyak 25 kasus dan Abortus Incompletus menduduki peringkat pertama, dari 14 ibu yang mengalami abortus 11 orang yang mengalami Abortus Incompletus.
Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti pengetahuan ibu tentang Abortus Incompletus di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Jendral Ahmad Yani Metro.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dibuat rumusan masalah yaitu : Bagaimanakah pengetahuan ibu yang mengalami Abortus Incompletus di Rumah Sakit Umum Jendral Ahmad Yani Metro ?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Adapun yang menjadi ruang lingkup dari penelitian tentang Abortus Incompletus di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Jendral Ahmad Yani Metro adalah :
1. Jenis penelitian : Deskriptif
2. Objek Penelitian : Pengetahuan ibu tentang Abortus Incompletus
3. Subjek Penelitian : Ibu – ibu yang mengalami Abortus Incompletus
4. Waktu Penelitian : 10 Mei – 6 Juni 2004
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran pengetahuan ibu tentang Abortus Incompletus di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Jenderal Ahmad Yani Metro.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu pada tingkat tahu di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Jendral Ahmad Yani Metro.
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu pada tingkat memahami di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Jendral Ahmad Yani Metro.
c. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu pada tingkat aplikasi di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Jendral Ahmad Yani Metro.

E. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada :
1. Bagi Penulis
Dapat menerapkan mata kuliah yang telah diajarkan, terutama metodologi penelitian, menambah pengalaman dan wawasan mengenai pengetahuan ibu tentang Abortus Incompletus.

2. Bagi Subjek Penelitian
Untuk menambah pengetahuan ibu tentang Abortus Incompletus.
3. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan Metro
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan untuk memperluas wawasan mahasiswanya tentang Abortus Incompletus.
4. Bagi Rumah Sakit Umum Jendral Ahmad Yani Metro
Untuk menambah wawasan bagi tenaga kesehatan khususnya bidan mengenai pengetahuan ibu tentang Abortus Incompletus.

Baca Selengkapnya - Pengetahuan ibu yang mengalami Abortus Incompletus di Rumah Sakit Umu

Pengetahuan ibu primipara tentang masa nifas di rumah bersalin

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil, bersalin dan nifas adalah masalah besar di negara berkembang. Di negara miskin sekitar 25-30% kematian wanita usai subur disebabkan oleh kehamilan persalinan dan nifas. Kematian saat melahirkan biasanya menjadi faktor utama mortalitas wanita muda pada masa puncak produktivitasnya. Tahun 1996 WHO memperkirakan lebih dari 585.000 ibu pertahunnya meninggal saat hamil, bersalin dan nifas. Di Asia Selatan wanita kemungkinan 1 : 18 meningkat akibat kehamilan, persalinan dan nifas. Di negara Afrika 1 : 14, sedangkan di Amerika Utara hanya 1 : 3.666. Lebih dari 50% kematian di negara berkembang sebenarnya dapat dicegah dengan teknologi yang ada serta biaya relatif rendah (Saifuddin : 2001).
Saat ini angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih tinggi yaitu 334/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB), 21,8/1000 kelahiran hidup salah sasaran yang ditetapkan untuk tahun 2010 adalah menurunkan angka kematian maternal menjadi 125/100.000,- kelahiran hidup dan angka kematian neonatal menjadi 16/1000 kelahiran hidup (Saifuddin, 2002).
Penyebab kematian ibu di Indonesia, seperti halnya di negara lain adalah perdarahan 30 – 35%, infeksi 20 –25%, gestosis, 15 – 17%, penyebab utama kematian bayi baru lahir yaitu berat bayi lahir rendah (BBLR), prematur/bayi kurang bulan, asfiksia 50 – 60%, infeksi : tetanus, sepsis, trauma lahir. Selain faktor-faktor tersebut di atas faktor dominan yang mempengaruhi adalah kurang terdeteksinya faktor-faktor komplikasi secara dini (Manuaba, 1998).
Untuk mencapai sasaran tersebut ditetapkanlah empat strategi utama dan asas-asas pedoman operasionalisasi strategi antara lain bahwa making pregnancy safer (MPS) memusatkan perhatiannya pada pelayanan kesehatan maternal neonatal yang baku, cost effective dan berdasarkan bukti pada setiap pelayanan dan rujukan kesehatan (Saifuddin, 2002).
Memperhatikan angka kematian ibu dan perinatal dapat diperkirakan bahwa sekitar 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama (Saifuddin, 2001).
Bidan sebagai tenaga kesehatan harus ikut mendukung upaya penurunan AKI peranan bidan di Masyarakat sebagai tenaga terlatih dalam sistem kesehatan nasional salah satunya adalah meningkatkan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) dan menetapkan keikutsertaan masyarakat dalam berbagai kegiatan untuk mempercepat penurunan AKI (Saifuddin, 2001).
Selain faktor-faktor tersebut di atas faktor dominan yang mempengaruhi adalah kurang terdeteksinya faktor-faktor komplikasi secara dini. Untuk itu diperlukannya peran serta masyarakat terutama ibu nifas untuk memiliki pengetahuan tentang tanda-tanda bahaya pada masa nifas sehingga ibu dapat mengetahui dan mengenal secara dini tanda-tanda bahaya masa nifas sehingga bila ada kelainan dan komplikasi dapat segera terdeteksi.
Asuhan pada masa nifas sangat diperlukan dalam periode ini karena masa nifas merupakan masa kritis untuk ibu dan bayinya. Paling sedikit 4 kali kunjungan pada masa nifas sehingga dapat menilai status ibu dan bayinya, untuk melaksanakan skreening yang komprehensif mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu dan bayi, memberikan pendidikan tentang kesehatan, perawatan kesehatan diri, nutrisi, dan keluarga berencana, sehingga ibu-ibu nifas dapat mencegah komplikasi yang terjadi pada masa nifas (Saifuddin, 2000).
Berdasarkan hasil prasurvey bulan April 2004 di rumah bersalin Puti Bungsu Bandar Jaya bahwa jumlah persalinan spontan normal pada primipara 52 orang. Jumlah ibu primipara tersebut yang melakukan kontrol pemeriksaan ulang ibu nifas ke rumah bersalin Puti Bungsu Bandar Jaya hanya 23 ibu dan yang tidak melakukan kontrol pemeriksaan ulang 29 ibu nifas. Data yang didapat dari ke 23 ibu bahwa yang mengalami luka jahitan pada perineum ada 11 ibu. Hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap ke 23 ibu (44,23%) yang melakukan kunjungan kembali kerumah bersalin Puti Bungsu belum mengetahui perawatan dan perubahan masa nifas.
Mengantisipasi hal tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui bagaimana pengetahuan ibu primipara tentang masa nifas di rumah bersalin Puti Bungsu Bandar Jaya

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana pengetahuan ibu primipara tentang masa nifas?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat luasnya masalah dilihat dari berbagai aspek, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif
2. Objek penelitian
a. Variabel terikat : Masa nifas
b. Variabel bebas : Tingkat pengetahuan ibu primipara
3. Subyek penelitian : Ibu primipara di Rumah Bersalin Puti Bungsu Bandar Jaya.
4. Lokasi Penelitian : Rumah Bersalin Puti Bungsu Bandar Jaya
5. Waktu Penelitian : Tanggal 19 Mei 2004 s/d 19 Juni 2004.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran pengetahuan ibu primipara tentang masa nifas
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengetahuan ibu primipara tentang perubahan fisik dan psikis atau emosional pada masa nifas.
b. Untuk mengetahui ibu primipara tentang involusi uterus dan pengeluaran lochea.
c. Untuk mengetahui pengetahuan ibu primipara tentang laktasi atau pengeluaran air susu ibu dan nutrisi pada masa nifas.
d. Untuk mengetahui pengetahuan ibu primipara tentang perawatan perineum atau luka perineum.
e. Untuk mengetahui pengetahuan ibu primipara tentang perawatan tali pusat

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Rumah Bersalin Puti Bungsu
Diharapkan akan memberi manfaat sebagai bahan masukan atau tambahan dalam memberikan perawatan pada ibu primipara pada nifas.
2. Bagi Penulis
Dapat menambah wawasan keilmuan dan pengalaman dalam memberikan asuhan kebidanan kepada ibu primipara nifas.
3. Bagi ibu
Khususnya ibu primipara nifas diharapkan dapat menambah dan meningkatkan pengetahuan ibu tentang masa nifas atau perawatan masa nifas masa nifas.
4. Bagi Institusi Poltekes Kebidanan
Sebagai salah satu bahan pustaka bagi peneliti selanjutnya.

Baca Selengkapnya - Pengetahuan ibu primipara tentang masa nifas di rumah bersalin

Pengetahuan ibu primigravida tentang tehnik mengejan yang benar saat persalinan di BPS

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah jumlah kematian ibu karena kehamilan, persalinan, dan nifas pada tiap 1000 kelahiran hidup dalam wilayah dan waktu tertentu. Saat ini Angka Kematian Ibu diseluruh dunia masih cukup tinggi estimasi WHO tahun 2000 tentang AKI (Maternal Mortality Ratio / MMR per 100.000 kelahiran hidup) adalah sebagai berikut, diseluruh dunia sebesar 400, di negara industri Angka Kematian Ibu (AKI) cukup rendah yaitu sebesar 20, di Eropa sebesar 24. Untuk negara berkembang Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi yaitu sebesar 440 per 100.000, di Afrika sebesar 830 per 100.000, di Asia sebesar 330 per 100.000 dan Asia Tenggara sebesar 210 per 100.000 (WHO, 2004). Untuk negara – negara ASEAN, AKI (per 100.000 kelahiran hidup) sangat bervariasi seperti Malaysia, Brunei Darusalam, Singapura, Kamboja, Laos, Philipina dan lain-lain (Depkes RI, 2004).
Di Indonesia angka kematian masih cukup tinggi walaupun terjadi penurunan dari 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1986 menjadi 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1994 dan terjadi penurunan sekitar 25 persen dari 450 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1996 menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 (Data Survei Demografi Kesehatan Indonesia, 1997). Namun angka tersebut masih tinggi atau 3-6 kali lebih besar dibandingkan negara-negara ASEAN, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup pada SDKI 2002-2003 atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai sebab dan target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2010 adalah angka kematian ibu menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup (www.google.com, 2006).
500
400
300
200
100
0
1990 1995 2000 2005 2010
Sumber : SDKI 1994, SDKI 1997, SDKI 2002-2003
Gambar 1. Grafik Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
Pada gambar 1 diatas, menunjukan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mulai dari 390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1994, menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 dan menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan upaya yang ingin di capai pada tahun 2010 adalah 125 per 100.000 kelahiran hidup.

Di Provinsi Lampung, cenderung terjadi peningkatan AKI sebesar 143 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 153 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2002 (Dinkes Provinsi Lampung, 2003) dan pada tahun 2003 angka kematian ibu sebesar 98 orang dari 186.248 (Dinkes Provinsi Lampung, 2004). Menurut data terakhir di Kabupaten Lampung Timur angka kematian ibu pada tahun 2004 sebesar 19 orang per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Kota Metro, 2004).
Penyebab kematian ibu di Indonesia yang utama adalah perdarahan, eklampsia, partus lama, kompikasi aborsi dan sepsis. Kontribusi dari penyebab kematian ibu tersebut masing – masing adalah perdarahan yang biasanya tidak bisa diperkirakan dan terjadi secara mendadak yaitu 28 persen, eklamsi 13 persen, aborsi yang tidak aman 11 persen, partus lama sebanyak 9 persen dan sepsis 10 persen (www.google.com, 2006).
Agar persalinan sehat dapat berjalan lancar, diperlukan berbagai persiapan baik sebelum hamil maupun selama kehamilan sehingga ibu dan janin selalu dalam keadaan sehat. Upaya Safe Motherhood merupakan upaya untuk menyelamatkan wanita agar kehamilan dan persalinannya dapat dilalui dengan sehat dan aman serta menghasilkan bayi yang sehat (Saifuddin, 2002).
Setelah program Safe Motherhood, Pemerintah RI pada Oktober 2000 mencanangkan Gerakan Nasional Kehamilan yang Aman atau Making Pregnancy Safer (MPS) sebagai bagian dari Strategi Pembangunan Kesehatan Masyarakat menuju Indonesia sehat 2010. Salah satu tujuan global dari MPS adalah Menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar 75 persen pada tahun 2015 dari AKI tahun 1990 dan target dampak dari MPS adalah menurunkan AKI menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk dapat mencapai tujuan dan target tersebut diatas telah diidentifikasikan empat strategi utama yang konsisten dengan “Rencana Indonesia Sehat 2010” antaranya adalah mendorong pemberdayaan wanita dan keluarga melalui peningkatan pengetahuan untuk menjamin prilaku sehat dan pemanfaatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Depkes RI, 2001)
Meningkatkan pengetahuan kesehatan masyarakat terutama pada ibu hamil, dimana pendidikan kesehatan ibu-ibu hamil dapat dilakukan pada waktu pengawasan hamil di Puskesmas atau Pondok Bersalin Desa dan Bidan Praktek Swasta, saat penyelenggaraan Posyandu, dan saat diadakannya pertemuan atau kegiatan-kegiatan di lingkungannya dan saat melakukan kunjungan rumah (Manuaba, 1998).
Selain itu ibu-ibu hamil harus mengetahui beberapa tanda bahwa persalinan sudah dimulai seperti kontraksi menjadi lebih kuat dan lebih sering, adanya nyeri pada pinggang menuju perut, timbulnya tenaga mengejan karena kontraksi yang semakin kuat, serta keluarnya lendir bercampur darah yang bertambah banyak dari vagina. Khususnya ibu hamil primigravida terkadang mereka tidak mengetahui tanda tersebut merupakan tanda-tanda persalinan karena bagi mereka semua merupakan pengalaman yang baru. Dengan diketahuinya tanda-tanda di atas diharapkan ibu-ibu hamil terutama ibu hamil primigravida dapat mengetahui waktu dan cara yang tepat untuk mengejan sehingga diharapkan dapat mencegah kemungkinan terjadinya robekan perineum, perdarahan, oedema pada vagina dan kehabisan tenaga sebelum waktu persalinan tiba.
Berdasarkan dari study pendahuluan pada bulan Maret 2006 di BPS Sukatmi Pekalongan Lampung Timur bahwa jumlah ibu hamil primigravida yang usia kehamilannya di atas 28 minggu ada 25 orang. Jumlah ibu hamil primigravida tersebut yang tidak mengetahui bagaimana cara mengejan yang benar saat persalinan serta waktu yang tepat untuk mengejan. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti pengetahuan ibu primigravida tentang tehnik mengejan yang benar saat persalinan di BPS Sukatmi Pekalongan Lampung Timur. Dimana diharapkan dengan adanya ibu hamil primigravida yang mengetahui bagaimana cara dan waktu yang tepat untuk mengejan pada saat persalinan dapat memperkecil terjadinya kasus – kasus obstetri seperti robekan jalan lahir, oedema pada vulva, perdarahan bahkan kehabisan tenaga sebelum waktunya.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana pengetahuan ibu primigravida tentang tehnik mengejan yang benar saat persalinan di BPS Sukatmi Pekalongan Lampung Timur Tahun 2006 ?”.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Ingin mengetahui gambaran pengetahuan ibu primigravida tentang tehnik mengejan yang benar saat persalinan di BPS Sukatmi Pekalongan Lampung Timur.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu primigravida tentang waktu yang tepat untuk mengejan.
b. Diketahuinya gambaran pengetahuan ibu primigravida tentang cara mengejan yang benar saat persalinan.

D. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Sifat Penelitian : Studi Deskriptif.
2. Subyek Penelitian : Ibu primigravida yang ANC di BPS Sukatmi dengan usia kehamilan mulai dari 28 minggu ke atas.
3. Objek Penelitian : Pengetahuan tentang tehnik mengejan yang benar saat persalinan.
4. Lokasi Penelitian : Bidan praktek swasta Sukatmi Pekalongan Lampung Timur.
5. Waktu Penelitian : Penelitian dilakukan mulai tanggal 6 Mei – 13 Mei 2006.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Ibu Hamil
Sebagai masukan bagi ibu hamil khususnya ibu primigravida agar lebih meningkatkan kesadaran terhadap perlunya pengetahuan tentang cara mengejan yang benar dan waktu yang tepat untuk mengejan saat persalinan. Dengan demikian diharapkan kasus-kasus obstetri seperti perdarahan, robekan jalan lahir, oedema pada vagina dan kehabisan tenaga sebelum waktunya tidak terjadi lagi.

2. Bagi BPS
Sebagai salah satu bahan masukan bagi bidan khususnya sebagai tenaga kesehatan yang berada di masyarakat, untuk melakukan tindakan promotif seperti penyuluhan dan memberikan pendidikan kesehatan atau KIE (Komunikasi Informasi Edukasi). Dengan demikian diharapkan dapat mempermudah pendeteksian kasus obstetri secara benar dan persalinan dapat berjalan dengan lancar.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai dokumen dan bahan tambahan sumber bacaan bagi mahasiswi Prodi Kebidanan Metro.
4. Bagi Peneliti Lain
Sebagai bahan perbandingan dan masukan untuk melakukan penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pengetahuan ibu hamil tentang teknik mengejan yang benar pada saat persalinan

Baca Selengkapnya - Pengetahuan ibu primigravida tentang tehnik mengejan yang benar saat persalinan di BPS

Pengetahuan ibu post partum tentang pemberian kolostrum pada bayi baru lahir di BPS

iklan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tingginya Angka Kematian Bayi dan rendahnya status gizi sebagai dampak krisis ekonomi yang melanda Bangsa Indonesia sejak pertengahan tahun 1997, menunjukkan bahwa peran Air Susu Ibu (ASI) sangat strategi, namun keadaan sosial budaya yang beranekaragaman menjadi tantangan peningkatan penggunaan ASI yang perlu diantisipasi (Depkes, 1994). di negara Asean, Indonesia merupakan negara dengan kematian bayi tertinggi yaitu sekitar 56/10.000 persalinan hidup atau sejumlah 280.000 orang terjadi setiap 18-20 menit sekali (Manuaba, 1998).
Pada umumnya lebih dari separuh yaitu 31,9% - 54,3% dari bayi baru lahir masih dipuasakan (belum mulai diberi ASI) sampai bayi berumur 12 jam, bahkan pada 50,9% golongan ibu-ibu berpenghasilan tinggi, masih memuasakan bayinya sampai 24 jam/lebih (Suradi, 1999) dan hasil survey demografi kesehatan Indonesia (SDKI, 1997) menunjukkan bahwa hampir semua bayi (96,5%) di Indonesia pernah mendapatkan ASI dan sebanyak 8% bayi baru lahir mendapat kolostrum dalam 1 jam setelah lahir dan 53% bayi mendapat kolostrum pada hari pertama (Setyawati dan Budiarso, 1999).
Komposisi ASI ini sedemikian rupa, sehingga memenuhi kebutuhan bayi (protein, karbohidrat, lemak, vitamin / mineral dan air) untuk masa 4-6 bulan. Sesudah masa tersebut diperlukan tambahan, oleh karena kebutuhan yang meningkat dan tidak dapat lagi dipenuhi seluruhnya oleh ASI. Hanya sebagian kecil dari ibu-ibu yang tidak dapat menghasilkan ASI dan ini hanya meliputi 5% jumlahnya. Jadi sebagian besar ibu-ibu dapat menghasilkan ASI yang cukup, hanya sayang sekali banyak ibu-ibu yang kurang memanfaatkan dan bahkan menggantikannya dengan formula buatan. Ini merupakan kesalahan besar yang telah dilakukan oleh ibu-ibu, petugas kesehatan maupun oleh penghasil formula buatan dan merupakan tugas kita semua untuk membetulkannya ( Soedibyo, 1992).
Pemberian ASI mempunyai pengaruh emosional yang luar biasa terhadap hubungan batin ibu dan anak, juga perkembangan jiwa si anak. Yang tidak kalah menarik, pemberian ASI dinyatakan lebih menguntungkan secara ekonomis dibanding pemberian susu formula tidak heran bila pemerintah Indonesia kerap mencanangkan program-program yang bertujuan untuk mendukung keberhasilan pemberian ASI (Wahab 2002).
Penggunaan ASI belum seperti yang kita harapkan pada pertemuan di Innocenti, Italia tahun 1990, telah disepakati agar pada tahun 2000, sudah 80% para ibu yang memberi ASI eklusif selama 4 – 6 bulan. Namun kenyataannya berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1997, baru 52% para ibu yang memberi ASI ekslusif pada bayinya dan 30% sudah mendapat kolostrum dalam 1 jam setelah lahir (Wahab, 2002).
Dari hasil pra survei di BPS Junairah Kalianda Lampung Selatan terdapat 20 ibu post partum pada semua jenis persalinan dengan bayi lahir hidup, 8 orang post partum memberikan kolostrumnya pada hari pertama setelah melahirkan. 12 orang ibu post partum membuang kolostrumnya setelah melahirkan, kemudian memberikan ASI pada bayinya setelah hari ketiga melahirkan.
Berdasarkan data di atas, masih banyak ibu post partum yang belum mengetahui tentang manfaat kolostrum dan tidak memberikan pada bayinya. Dengan dasar inilah penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengetahuan Ibu Post Partum tentang Pemberian Kolostrum pada Bayi Baru Lahir di BPS Junairah Kalianda Lampung Selatan. Mengingat manfaat kolostrum lebih baik dibandingkan dengan ASI matur, tetapi masih diabaikan keberadaannya..

B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah upaya untuk menyatakan secara tersurat pertanyaan-pertanyaan yang ingin dicari jawabannya dapat juga dikatakan bahwa perumusan merupakan pernyataan lengkap dengan terinci mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah(Arikunto,1998)
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu : Bagaimana Pengetahuan Ibu Post Partum tentang Pemberian Kolostrum pada Bayi Baru Lahir di BPS Junairah Kalianda Lampung Selatan?

C. Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini penulis membatasi ruang lingkup yang diteliti sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Deskriptif.
2. Subyek Penelitian : Ibu post partum
3. Obyek Penelitian : Pengetahuan ibu post partum tentang pemberian kolostrum pada bayi baru lahir di BPS Junairah Kalianda Lampung Selatan.
4. Lokasi Penelitian : Di BPS Junairah Kalianda Lampung Selatan
5. Waktu Penelitian : Tanggal 8 – 13 Mei 2006.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengetahuan ibu postpartum tentang pemberian kolostrum pada bayi baru lahir di BPS Junairah Kalianda Lampung Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya pengetahuan ibu post partum tentang pengertian kolostrum
b. Diketahuinya pengetahuan ibu postpartum tentang zat-zat apa saja yang terkandung dalam kolostrum.
c. Diketahuinya pengetahuan ibu postpartum tentang manfaat kolostrum.

E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Bidan
Sebagai bahan masukan khususnya program KIA dalam upaya peningkatan Gizi pada bayi baru lahir tentang manfaat kolostrum.
2. Bagi Institusi Program Studi Kebidanan Metro
Sebagai referensi institusi untuk penelitian selanjutnya.

Baca Selengkapnya - Pengetahuan ibu post partum tentang pemberian kolostrum pada bayi baru lahir di BPS